05-Feb-07 13:12
From: EddyTJ
(...)Eh, banjir nih di jkt. Kantor kebanjiran. Ngungsi ke Hotel.
Inilah sepenggal SMS yang Nie dapet dari temen baik Nie yang lagi mengadu nasib untuk mencari sesuap nasi plus segentong berlian di Jakarta. Kasian. Apalagi kantor tempat dia kerja tuh bukan kantor kroco (biasa-biasa) di daerah cempaka putih atau senen. Tapi Eddy nih berkantor di gedung yang keren. Lha wong kerja di salah satu perusahaan nge-TOP di dunia! (I’m proud of you, Ed!)
Bayangkan saudara-saudara, Jakarta, yang notabene adalah ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebanjiran!!
*take your moment to imagine, please*
Sekali lagi, Jakarta kebanjiran.
Kalau Ungaran atau Klaten kebanjiran, boleh bingung, tapi mungkin dalam lubuk hati yang paling dalam, kita akan berpikir “ah, maklum, rural area.” Tapi ini Jakarta!!
Bukannya orang-orang Jakarta pikirannya udah maju?
Bukankah anak mudanya sudah pakai I-POD semua?
Bukankah anak sekolahannya malah sudah punya handphone 3G?
Bukankah anak kuliahannya suka bawa PDA daripada buku tulis atau binder atau diktat kuliah?
Bukankah ibu-ibunya ahli dalam hal-hal yang berbau silicon, laser atau collagen?
Bukankah bapak-bapaknya semua udah punya Flat TV untuk menghias rumahnya plus laptop 15“ berwarna putih di kantornya?
Lho, bukannya presidennya udah jalan-jalan ke luar negeri untuk membantu perdamaian negara sana-sini, tanda tangan perjanjian ini itu dan ketemu plus so-called silahturahmi dengan bapak ini dan ibu anu?
Nggak salah, kan?
Benarkah ini adalah Jakarta yang biasanya kita kenal yang kebanjiran?
Yakinkah ini Jakarta yang berlokasi di pulau Jawa, di Republik Indonesia?
Sayangnya, ini benar-benar Jakarta yang itu. Yap, sekali lagi, Jakarta kebanjiran.
Beberapa hari yang lalu, Nie lagi duduk di kantor, dan tiba-tiba “knock, knock.” Security kantor Nie masuk membawakan koran harian. Headline super besar menarik perhatian Nie, “Jakarta banjir.” Buat Nie, headline super besar ini bukanlah presentasi kebanggaan Bangsa Indonesia; ini lambang kegagalan Bangsa Indonesia.
Nie ngga’ tau apakah berita kebanjiran ini tersebar luas ke seantero dunia. But, I think so. Karena Nie sempat lihat kata ‘Flood’ dan ‘Indonesia’ di Google News Alert Nie. Entah apakah orang-orang di dunia even bother to read the news about Indonesia, tapi jujur Nie malu.
Bayangkan apa yang kira-kira orang-orang di dunia pikirkan. (seriously, bayangkan ini, deh!)
Kalo menurut Nie, mereka pasti pikir, “bagaimana Indonesia bisa menyelesaikan masalah antisipasi terjadinya tsunami, konflik poso, konflik Papua, penyebaran virus H5N1, korupsi yang merajalela, pencarian kotak hitam pesawat Adam Air, atau banjir di Tamiang dan sekitarnya dan lumpur panas di Siodarjo, kalau masalah peristiwa alam, banjir, yang kayak gini aja tidak bisa ditangani?”
Kalo Nie tidak salah, dan kalo guru SD Nie mengajarkan Nie konsep hujan dan banjir yang benar, Nie pengen jelaskan sedikit apa itu banjir. Banjir itu terjadi karena air yang turun dari langit ke bumi, which is hujan, tidak dapat mengalir dan diserap oleh tanah. Jadi air itu menggenang, menggenang, dan menggenang. So, terjadilah banjir. Banjir bisa disebabkan karena kurangnya tanaman atau tanah atau bisa juga karena kurang bagusnya saluran air. Kurang bagusnya saluran air bisa disebabkan oleh kebegoan tukang yang buat saluran air (whoever they are), atau timbunan sampah-sampah or barang-barang yang should not belong in that area.
Di setiap koran yang Nie baca, Nie selalu berhenti dibagian opini pembaca atau tulisan pembaca tentang topik-topik tertentu. Di salah satu koran, Nie membaca komentar Bapak Gatot tentang banjir di negeri kita ini:
Ada 2 penyebab utama banjir yang kini amat mencemaskan, yaitu eksploitasi dan komersialisasi lingkungan melalui kartel “oknum” pelaku ekonomi dan pengambil kebijakan yang mengutamakan kepentingan sesaat.
Secara sekuler dan brutal mereka memperdaya lahan melalui eksploitasi dan komersialisasi manfaat. Pengembangan permukiman mewah, restoran, hotel, supermarket dengan bangunan beton di atas zona produksi, resapan dan lindung yang terus meluas merupakan moda untuk memenuhi kepentingan individu dengan mengorbankan rakyat.
Penutupan lahan dengan semen dan aspal kian tidak terkendali, eliminasi ruang terbuka hijau tidak terbendung, aturan hukum ditabrak beramai-ramai, tanah menjadi impermeable, tidak meloloskan air dan menjadi rentan kekeringan.
Gatot Irianto, Banjir dan Deria Rakyat Miskin, Kompas, Senin 5 feb. 07.
Ah, Nie ngga’ mau ngomong siapa yang bego di sini. Kayaknya udah jelas lah!
P.S. Untuk bapak presiden, yang katanya juga punya blog ya, Pak? Pak, kalo pas mampir di blog-nya Nie ini, Nie cuma mo bilang, jangan cuma beraksi basah-basah ria di daerah banjir atau terbang-terbang ke lokasi-lokasi bencana, keliling-keliling mengunjungi korban bencana, hanya untuk nampang di halaman pertama koran atau di sekilas info di TV. Pikirkan nasib rakyat ini, Pak! Atau emang Bapak sedang dalam proses pembangunan kolam renang raksasa di kawasan Jabotabek dan pemandian, sauna dan lulur lumpur panas di Sidoarjo? Wish you all the best, Pak!
From: EddyTJ
(...)Eh, banjir nih di jkt. Kantor kebanjiran. Ngungsi ke Hotel.
Inilah sepenggal SMS yang Nie dapet dari temen baik Nie yang lagi mengadu nasib untuk mencari sesuap nasi plus segentong berlian di Jakarta. Kasian. Apalagi kantor tempat dia kerja tuh bukan kantor kroco (biasa-biasa) di daerah cempaka putih atau senen. Tapi Eddy nih berkantor di gedung yang keren. Lha wong kerja di salah satu perusahaan nge-TOP di dunia! (I’m proud of you, Ed!)
Bayangkan saudara-saudara, Jakarta, yang notabene adalah ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebanjiran!!
*take your moment to imagine, please*
Sekali lagi, Jakarta kebanjiran.
Kalau Ungaran atau Klaten kebanjiran, boleh bingung, tapi mungkin dalam lubuk hati yang paling dalam, kita akan berpikir “ah, maklum, rural area.” Tapi ini Jakarta!!
Bukannya orang-orang Jakarta pikirannya udah maju?
Bukankah anak mudanya sudah pakai I-POD semua?
Bukankah anak sekolahannya malah sudah punya handphone 3G?
Bukankah anak kuliahannya suka bawa PDA daripada buku tulis atau binder atau diktat kuliah?
Bukankah ibu-ibunya ahli dalam hal-hal yang berbau silicon, laser atau collagen?
Bukankah bapak-bapaknya semua udah punya Flat TV untuk menghias rumahnya plus laptop 15“ berwarna putih di kantornya?
Lho, bukannya presidennya udah jalan-jalan ke luar negeri untuk membantu perdamaian negara sana-sini, tanda tangan perjanjian ini itu dan ketemu plus so-called silahturahmi dengan bapak ini dan ibu anu?
Nggak salah, kan?
Benarkah ini adalah Jakarta yang biasanya kita kenal yang kebanjiran?
Yakinkah ini Jakarta yang berlokasi di pulau Jawa, di Republik Indonesia?
Sayangnya, ini benar-benar Jakarta yang itu. Yap, sekali lagi, Jakarta kebanjiran.
Beberapa hari yang lalu, Nie lagi duduk di kantor, dan tiba-tiba “knock, knock.” Security kantor Nie masuk membawakan koran harian. Headline super besar menarik perhatian Nie, “Jakarta banjir.” Buat Nie, headline super besar ini bukanlah presentasi kebanggaan Bangsa Indonesia; ini lambang kegagalan Bangsa Indonesia.
Nie ngga’ tau apakah berita kebanjiran ini tersebar luas ke seantero dunia. But, I think so. Karena Nie sempat lihat kata ‘Flood’ dan ‘Indonesia’ di Google News Alert Nie. Entah apakah orang-orang di dunia even bother to read the news about Indonesia, tapi jujur Nie malu.
Bayangkan apa yang kira-kira orang-orang di dunia pikirkan. (seriously, bayangkan ini, deh!)
Kalo menurut Nie, mereka pasti pikir, “bagaimana Indonesia bisa menyelesaikan masalah antisipasi terjadinya tsunami, konflik poso, konflik Papua, penyebaran virus H5N1, korupsi yang merajalela, pencarian kotak hitam pesawat Adam Air, atau banjir di Tamiang dan sekitarnya dan lumpur panas di Siodarjo, kalau masalah peristiwa alam, banjir, yang kayak gini aja tidak bisa ditangani?”
Kalo Nie tidak salah, dan kalo guru SD Nie mengajarkan Nie konsep hujan dan banjir yang benar, Nie pengen jelaskan sedikit apa itu banjir. Banjir itu terjadi karena air yang turun dari langit ke bumi, which is hujan, tidak dapat mengalir dan diserap oleh tanah. Jadi air itu menggenang, menggenang, dan menggenang. So, terjadilah banjir. Banjir bisa disebabkan karena kurangnya tanaman atau tanah atau bisa juga karena kurang bagusnya saluran air. Kurang bagusnya saluran air bisa disebabkan oleh kebegoan tukang yang buat saluran air (whoever they are), atau timbunan sampah-sampah or barang-barang yang should not belong in that area.
Di setiap koran yang Nie baca, Nie selalu berhenti dibagian opini pembaca atau tulisan pembaca tentang topik-topik tertentu. Di salah satu koran, Nie membaca komentar Bapak Gatot tentang banjir di negeri kita ini:
Ada 2 penyebab utama banjir yang kini amat mencemaskan, yaitu eksploitasi dan komersialisasi lingkungan melalui kartel “oknum” pelaku ekonomi dan pengambil kebijakan yang mengutamakan kepentingan sesaat.
Secara sekuler dan brutal mereka memperdaya lahan melalui eksploitasi dan komersialisasi manfaat. Pengembangan permukiman mewah, restoran, hotel, supermarket dengan bangunan beton di atas zona produksi, resapan dan lindung yang terus meluas merupakan moda untuk memenuhi kepentingan individu dengan mengorbankan rakyat.
Penutupan lahan dengan semen dan aspal kian tidak terkendali, eliminasi ruang terbuka hijau tidak terbendung, aturan hukum ditabrak beramai-ramai, tanah menjadi impermeable, tidak meloloskan air dan menjadi rentan kekeringan.
Gatot Irianto, Banjir dan Deria Rakyat Miskin, Kompas, Senin 5 feb. 07.
Ah, Nie ngga’ mau ngomong siapa yang bego di sini. Kayaknya udah jelas lah!
P.S. Untuk bapak presiden, yang katanya juga punya blog ya, Pak? Pak, kalo pas mampir di blog-nya Nie ini, Nie cuma mo bilang, jangan cuma beraksi basah-basah ria di daerah banjir atau terbang-terbang ke lokasi-lokasi bencana, keliling-keliling mengunjungi korban bencana, hanya untuk nampang di halaman pertama koran atau di sekilas info di TV. Pikirkan nasib rakyat ini, Pak! Atau emang Bapak sedang dalam proses pembangunan kolam renang raksasa di kawasan Jabotabek dan pemandian, sauna dan lulur lumpur panas di Sidoarjo? Wish you all the best, Pak!
Comments
1.BMG sudah memprediksikan adanya banjir di jakarta, sejak banjir dahsyat 2002 yang lalu. Namun, pemerintah tampaknya tidak menampakkan reaksi atas laporan BMG tsb.
2.Banjir ini seharusnya bisa ditanggulangi, jika saja pemerintah Indonesia bersedia melebarkan kanal-kanal peninggalan pemerintahan belanda yang kini berfungsi sebagai drainase di Jakarta.
FYI, kanal itu umurnya udah 200 taun.
Oh dan lumpur panas di sidoarjo mulai menggenangi rel kereta api antara Malang-SBY, dan apa yang PJKA katakan?
"Kan sudah ada TIMNAS yang dibentuk untuk menanggulangi lumpur, jadi ya kami serahkan pada Timnas penanganan lumpur di rel ini.."
Lah kok enten2an -.-"
DO SOMETHING YOU IDIOT!!
Mau naik pesawat takut hilang,
naik kapal takut tengelam,
naik kereta api takut rel nya anjlok karena banjir,
naik mobil takut kecelakaan,
eh gak kemana-mana banjir...
enaknya ngapain ya?