Skip to main content

Titik Nol

Pulang Kampung adalah the most significant thing I have done so far. Keputusan untuk PulKam bukanlah suatu keputusan yang gampang, karena Nie harus mengalahkan (atau lebih tepatnya mengalah pada) semua idealisme yang selama ini Nie cangking (bawa) ke Aceh.

Nie pengen membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Nie pengen menyentuh kehidupan mereka dan membawa perubahan. Nie pengen tidak ada lagi masyarakat yang menderita akibat dampak tsunami.

Tapi ternyata idealisme itu malah menjadi beban dan penghalang buat Nie. Nie, yang awalnya berpikir bahwa masyarakat di Aceh itu sangat membutuhkan, sangat perlu di bantu, sangat kasihan karena efek tsunami, ternyata mendapati bahwa masyarakat Aceh tuh sangat kaya raya. Hanya moral dan spiritual mereka yang perlu dibantu.

Nie sedih. Nie kecewa. Nie patah hati.

Most of us pasti pernah patah hati, mostly karena pacar atau pasangan hidup kita. Let’s talk about patah hati karena pacar. Kadang kita begitu sayangnya ama pacar kita, kita bener-bener yakin dia itu baek, nggak aneh-aneh, dan sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Then, pop! Ternyata dia adalah makhluk yang sangat-sangat berbeda dengan semua bayangan kita. Dia jahat. Dia penipu. Dia selingkuh.

Then, patah hati, of course.

Yap, itulah yang Nie rasakan. Nie benar-benar patah hati. Bahkan sekarang, untuk kembali lagi ke Aceh, Nie belum mau. Nie merasa dikhianati.

Most of you mungkin masih ingat post Nie yang tentang Aceh. Yah, itulah beberapa hal yang membuat Nie akhirnya mundur. Kemunduran Nie ini bukan karena Nie merasa tidak mampu atau tidak mau berhadapan dengan mereka, tapi Nie merasa, orang-orang Aceh yang katanya membutuhkan bantuan, yang katanya miskin, ternyata memiliki lebih dari cukup. Dan Nie kemudian berpikir, bahwa masih banyak masyarakat yang sama sekali belum mengecap bantuan atau, yang banyak orang bilang dengan hidup enak.

Yes, here I am, pulang lagi ke Surabaya. Memulai lagi dari nol.

Dan memang benar teman-teman, Nie sekarang lagi merangkak untuk menyentuh kehidupan masyarakat di kota kelahiran Nie sendiri, Surabaya. Starting from my own family, then Nie sekarang rutin mengunjungi penjara-penjara di Jawa Timur. Kemarin ini, Nie uda ke Malang dan Madiun. Trus, Nie juga kasih les inggris untuk anak-anak pemulung yang bersekolah di salah satu SD di daerah Surabaya Barat. Kemarin, Nie bertelpon dengan Pak Johny, staf Wahana Visi, dan dia menceritakan pelayanannya ke gang dolly. Yap, as you may have guessed, Nie akan coba ke sana juga.

Busy? Yes.
Nie merangkak dari bawah, mencoba untuk mencapai satu titik yang lebih atas, untuk menyuntikkan idealisme Nie tentang kemanusiaan, sambil terus berbuat sesuatu yang manusiawi, dengan tidak melupakan bahwa Nie adalah manusia yang juga butuh aktivitas manusia, seperti istirahat dan bersosialisasi.

Indeed, di titik nol ini Nie banyak diubah, digembleng, di-training oleh Tuhan, seperti layaknya emas. Semakin dilebur, semakin kinclong!

Comments

Popular posts from this blog

God's Plan for My Slippers

Look at my cute slippers! Lucu banget, kan!  Slippers ini diberikan sebagai oleh-oleh, dari seorang sahabat yang pada saat itu baru pindah ke New Zealand . Kalau saya tidak salah, 4 atau 5 tahun lalu slippers ini diberikan. Saya adalah orang yang practical . Boro-boro pakai slippers di rumah, sandal jepit biasa pun tidak! Di dalam rumah, kami biasa nyeker alias tidak pernah pakai sandal. Jadi si slippers domba Selandia Baru yang baru ini resmi menjadi penunggu lemari baju. Setelah Axl lahir dan beranjak sedikit dewasa, slippers ini ditemukan tanpa sengaja. Axl suka sekali dan kerap memainkan slippers ini. Namun lagi-lagi, setelah beberapa minggu, si domba kembali menjadi penunggu lemari. Anak balita itu sangat gampang bosan! Sampai 1 bulan yang lalu. Di salah satu tempat ngantor saya yang baru, saya harus bekerja di ruangan yang super dingin! Tiba-tiba, saya teringat akan slippers domba ini! Ternyata benar, slippers ini bisa menghangatkan kaki saya dengan sempurna. D...

What would you do if you could live another life

What would you do if you could live another life just for one day? This line is quoted from "Last Chance Harvey" . I have watched this film twice and still feel so touched everytime I watch it. Kate Walker, the main character in this film, uttered this question to Harvey Shine. In this story, both of them lived a life that is not very happy-chappy. Kate lived in a pathetic, boring life; Harvey in a screwed one. When Kate asked this question, both of them seem to ponder: what if I could live a different life, just for one day, just to try out. This question makes me ponder, too: what would I do if I was given a chance to live any kind of life I want, just for one day? Where would I be? What would I do? Who would I be? Lately I have been thinking about the life I am living right now. Everything is so well-planned. I graduated from high school, went abroad to study, came back home to work, went abroad again to do my master, working in a reasonably good organisation, and going ho...

The Bright Side

Always look at the bright side of life - Monty Phyton This song has been sung during the Olympics closing ceremony last year; and this has been my cheer up song ever since. Thus, referring to my earlier blog about how I was not happy with the way we got married, well, I tried to look back and to see the bright side of that circumstance. So if I could share a few things, which might be helpful to you, who are in the middle of preparing a wedding, here they are: 1. Wedding dress I was really happy with my wedding dress. I love the designer, Fifi Firianty , which was very helpful and very professional, and of course her work is stunning. From the first time I met her, I knew there was a click. So, if you look for a designer, who has a European style, please do consider her.  But just some tips, make sure you ask to have you dress fitted one day before the wedding. I had it measure 3 days before the wedding, but in the last 3 days, I ate almost nothing. So this dress...