Skip to main content

Blame others but me!

Kadang kala, kita punya sejuta excuse untuk apa yang terjadi dalam kehidupan kita.
Kita ambil contoh Nie yang tiba-tiba punya sejuta jerawat di wajah (sorry for exaggerating). Entah bagaimana dan kenapa bentol-bentol kecil bernama jerawat itu tiba-tiba bermunculan. Yang pasti, selama beberapa minggu, muka-muka Nie dipenuhi jerawat, yang hilang dan timbul secara bergantian. Aneh.

Mulai dari cara pengobatan yang paling canggih bernama pembersih muka, obat jerawat, dan anti bacterial spray, sampai ke pengobatan dari dalam beranama detoxification, obat dan vitamin khusus untuk wajah dan kulit, semuanya Nie lakukan. Nie yang sempat berganti-ganti pembersih muka akhirnya kembali ke pembersih muka ‘traditional’, yaitu baby oil.

Sayang sungguh sayang, semua itu sia-sia. Jerawat tetap muncul. Walaupun akhirnya mereka muncul dalam wujud yang sedikit lebih sopan, lebih kecil dan tidak berwarna merah muda mencolok. Tapi they did still exist!

Akhirnya Nie memutuskan untuk ke dokter kulit (please get your camera, mark on your agenda or anything, to memorize this moment). Yap, Nie ke dokter kulit, minggu lalu, hari Kamis tanggal 11 Oktober 2007. Kalian mungkin tau banget kalo Nie malas and anti untuk hal-hal yang berbau-bau kecantikan, perawatan wajah dan tubuh (kecuali spa yang sudah bikin Nie kecanduan), apalagi yang namanya DOKTER – Dokter Kulit. First, Nie anti sama manusia yang memakai jubah putih hanya supaya dia terlihat lebih keren dan bisa dipanggil ‘dokter’. Second, Nie anti sama perawatan kulit dan kecantikan yang terlihat dan terdengar sia-sia, mahal, dan PAINFUL!

Singkat cerita, karena jerawat, Nie akhirnya menyerah. Nie ke dokter kulit. Mr C, the doctor, langsung bilang bahwa banyak lemak-lemak yang tidak bisa keluar di wajah, akhirnya mereka tertimbun menjadi jerawat yang mirip komedo (or vice versa, I don’t care!). Muka Nie dipencet-pencet, ditusuk-tusuk! Auw,.... beauty is painful indeed.

Nie pulang membawa berbagai macam cream dan obat cuci muka. Tanggal 12 Oktober, besoknya, Nie libur selama 5 hari. Aneh bin ajaib, jerawat-jerawat itu berhenti muncul! Selama liburan, seberapapun malasnya Nie merawat wajah, jerawat-jerawat itu tidak muncul!

Apakah itu karena obat-obatan Mr. C yang sangat ampuh? Atau karena yang lain?

Nie jadi berpikir, akhir-akhir ini banyak sekali hal yang terjadi di kantor yang bikin Nie cuma bisa mengelus dada, mengelus dada lagi, lagi dan lagi. Untung belum sampek nangis. Nie jadi berpikir lagi, apa mungkin gara-gara Nie libur, Nie jadi tidak berjerawat?

So, is working equals jerawat? Is jerawat equals stress?

Dengan iseng dan asal, Nie berkesimpulan kalo Nie ngga kerja, Nie ngga stress dan Nie ngga akan jerawatan. So, gimana caranya supaya Nie ga jerawatan lagi? Ya, gampang! Ngga usah kerja! Hehehe,...

Kayaknya gampang sekali menyalahkan yang ‘lain’ but us. Kayaknya lebih melegakan kalo tau bahwa penyebab sebuah kesalahan atau kelalaian adalah BUKAN kita. Life seems more beautiful.

Selain masalah jerawat, Nie sering banget menyalahkan jam weker yang tidak berbunyi kalo Nie telat bangun. Padahal jelas-jelas jam weker tuh sudah di snooze berulang-ulang sampek akhirnya, ketika ditanya “do you want to turn off your alarm?”, I pressed ‘yes’, by accident. Ya, by accident, karena Nie masih ngantuk banget karena semalem melalap habis serial Heroes seri 1. Hehehe, pengakuan dosa.

Sejujurnya, masih banyak kejadian dalam kehidupan kita yang sebenarnya sangat bodoh, karena kita either menyalahkan benda mati yang jelas-jelas tak bercela dan tak berdosa atau menyalahkan keadaan yang actually just evolves around us by nature – it just happens to be that way.

Pernah ngga denger temen atau rekan kerja yang ditegur karena tidak bisa meet the deadline? Ada satu temen Nie yang pernah menjawab, “iya, Bu. komputer saya kemasukan virus. Jadi tidak bisa kerja.” Halooo,.. apa ngga ada komputer laen? Apa ngga bisa pinjem laptop kantor?

Atau ada ngga teman kalian yang menyalahkan hujan, suatu kejadian alam yang diciptakan Tuhan, yang terjadi di hampir semua belahan bumi? “Sorry kemarin hujan, Pak. Jadi saya tidak bisa ikut mata kuliah yang Bapak berikan kemarin.” Weleh, weleh,...apa kendaraan umum sudah musnah? Kalo kita hanya punya alat transportasi sepeda motor, dan hujan lagi pas deras-derasnya, coba deh nebeng temen atau kalo terpaksa, naek lah angkot atau taxi (kalo pas tanggal muda). Yang penting, ada usaha!

Lebih parahnya lagi, kalo kita menyalahkan orang lain. Kenapa Nie sebut lebih parah? Karena hal ini bukan hanya meng-expose kebodohan kita yang tidak mau menyalahkan diri sendiri, tapi juga menyakiti orang lain dengan kebodohan kita itu. Contohnya nih, kita telat datang rapat. Trus kita bilang sama pemimpin rapat, “Wah, saya mohon maaf. Saya ngga tahu kalau meeting-nya jam 2 siang. Soalnya sekretaris saya menuliskan di agenda kalau saya punya meeting jam 2.30. Dia pun tadi tidak mengingatkan saya.” Nah,.. jadi deh sekretarisnya yang salah! Iya kalo emang bener sekretarisnya yang salah. Kalo ternyata dia yang lupa? Hm,... dosanya jadi dobel!

So, coba deh kita mulai lebih berlapang dada untuk mengakui kesalahan kita. Jangan salahkan pintu, jangan salahkan agenda, jangan salahkan keadaan pulsa Anda yang kurang dari 300 rupiah, jangan pula salahkan hujan, angin, petir atau panas, terlebih lagi, hindari menyalahkan orang lain.

Apabila Anda memang bersalah, cukup katakan, “Maaf, saya yang salah. Saya tidak akan melakukannya lagi.” And all your mistakes that you just did are wiped out instantly.

So, for sure, bukan pekerjaan Nie yang bikin jerawat. Maybe, I am just too stress to think of my plan on March 2008. Hehehhee

Comments

Popular posts from this blog

What would you do if you could live another life

What would you do if you could live another life just for one day? This line is quoted from "Last Chance Harvey" . I have watched this film twice and still feel so touched everytime I watch it. Kate Walker, the main character in this film, uttered this question to Harvey Shine. In this story, both of them lived a life that is not very happy-chappy. Kate lived in a pathetic, boring life; Harvey in a screwed one. When Kate asked this question, both of them seem to ponder: what if I could live a different life, just for one day, just to try out. This question makes me ponder, too: what would I do if I was given a chance to live any kind of life I want, just for one day? Where would I be? What would I do? Who would I be? Lately I have been thinking about the life I am living right now. Everything is so well-planned. I graduated from high school, went abroad to study, came back home to work, went abroad again to do my master, working in a reasonably good organisation, and going ho

Cold Feet

One of my closest friends is getting married tomorrow another one in May another one in November. and an ex-classmate is also getting married in April/May. and, I dreamed about getting married last night. I remember some months ago I was so enthusiastic with the idea of getting married. Although I knew that our relationship was not yet ready for that stage, I was so pushy to Stefy. I had asked him when exactly we would get married. Ah well, it was all the flashy things that I longed for. Right now, what I want is to avoid it! I am just not brave enough to throw myself into this new status. Don't get me wrong, I am probably just like any other girls out there who like the beautiful wedding gown, like to be made up, like to be the queen of the night. But, have you ever considered what would happen after you wave off the guests and head to your own home, starting your new chapter of life? or what would happen after the happy chappy honeymoon? Would we then live

WSAD? (What Should Ariel Do?)

As a communication expert, we always need to be prepared for crisis communication or disaster management. If a company suffered a bad publication, or when bad things happened, like with BP’s oil spill or Toyota’s cars, the communication people need to work very hard to communicate the right message (while some other people work on to make things right) and to win the public favour again. In theory, companies need to be prepared for crisis way in advance; however not many companies did that. I believe, Ariel had also never thought that such drama would happen, but yeah, here it is, and he has to face it! So, here is my humble opinion regarding what he needs to do to clear the air: Scenario 1: Launch a single/album Celebrities, especially musicians, usually would create a drama or scandal to increase their popularity in order to promote the next movie, single, or album that would be launched. What Ariel could do is to write a song (or an album) as soon as possible and launch it! And thee