Skip to main content

Kacau, d!


Pulang ke indo bukan suatu hal yang gampang, yang cuma tinggal isi koper, bawa koper, masuk pesawat, balik kampoeng dan live happily ever after.
Neeh,.. no way lah!

Saya awali berbagai macam fase, puluhan different fase yang up and down sebelum saya sampai pada stable phase sekarang ini. Dimulai dari beberapa bulan yang lalu saat saya belon yakin apa saya bakal pulang, apa tinggal di belanda tercinta.

Pada saat itu saya masih tenang-tenang, karena deadline pembayaran tiket tuh msh 30 juni. Jadi pas bulan april mei gitu, ya saya cuma focus ke pembuatan skripsi. Sometimes emang contact sana sini umtuk cari-cari kemungkinan kerja di belanda as well as di Indo.

Tyus, pas uda masuk awal juni, saya masuk fase selanjutnya, saya uda mulai mikir, kayaknya saya bakal pulang indo, deh! Uda mulai packing-packing, menawarkan kamar saya pada saat itu ke orang-orang yang membutuhkan, afzeggen (cancel) asuransi, keanggotaan ini itu sampai mulai kerja rodi untuk ngumpulin uang bayar tiket.

Saya mikir gini: “kalo ntar saya ga punya uang buat bayar tiket, ya ga pulang.” Unexpectedly, saya emang harus keluar banyak uang. Sepeda saya rusak, tyus hrs dibetulin. Bayar telpon, beli oleh-oleh, dan juga saya treat myself setelah proses skripsi yang menegangkan. Thus, belanja-belanji. :P

Yet, God is too good to be true (thankfully He does exist). Saya dapet donation melalui OMF. Jumlah uangnya tuh lho, kok ya pas banget buat bayar tiket. Weleh! Saya cuman bisa nangis waktu itu. Matur nuwun, Gusti Allah!

Pas udah akhir-akhir juni, pas deadline bayar tiket uda tinggal dua mingguan lagi, eh…. saya dapet tawaran kerja di Belanda. Orang gereja yang saya kenal lewat grup paduan suara tuh kerja di communication agency. Dus, ya, saya bisa dapet access langsung ke HRD nya. Saya masukin CV, cover letter, sambil berdoa, nanya kehendak Tuhan-kah ini? Exited, indeed, tapi on the other had saya mulai kuatir,.. lho gimana dengan nasib si Stefy?

Pas deadline bayar tiket benar-benar tiba, tidak ada kabar berita dari si comm. Agency ini. Doh! Gimana donk? Dengan iman, saya bayar tiket itu. Saya had a peaceful feeling about it. Jadi ya udah, saya bayar. Ternyata pas cerita-cerita ama kenalan saya, dia bilang saya bisa keep Dutch ID card saya dan in case saya mau blk ke belanda sebelon expired date nya, itu masih mungkin.

Ya udah,.. saya senyum-senyum. Bahagia. Saya mikir, kalo misalnya saya di-hired ama nih comm. agency ya udah,.. saya balik ke belanda. Tapi, hari Rabu siang, pas saya lagi kerja di OMF, e-mail masuk bilang kalo mereka cari native Dutch speaker. Saya langsung ketawa, bahagia dan memuji Tuhan!! Saya pulang indo.

Ternyata ngga cukup sampek di sini saja pelajaran saya. Perasaan exited untuk pulang indo ketemu keluarga, stefy dan temen-temen bisa hilang begitu saja digantikan dengan ketakutan. Takut akan hubungan saya dengan Stefy selanjutnya. Takut gimana rasanya tinggal bareng ama bonyok lagi. Takut diatur-atur lagi. Takut ga punya kebebasan. Takut nggak bakal punya temen-temen lagi. Takut jadi pengangguran. Alhasil, beberapa hari sebelum penerbangan saya, saya malah males pulang. Saya takut kehilangan temen2 serumah Diemerkade saya, ini adalah ketakutan saya yang paling kuat pas itu.

Akhirnya, lha kok saya pulang juga.
Sampek di Indo, ya udah seneng juga. Ketakutan2 saya hilang gitu aja. Entah kemana. Puji Tuhan!

Tapi fase culture shock datang menyerang.
Saya mulai freaking out ngeliat habits orang-orang indo yang udah empat tahun ngga saya lihat. Saya mulai ngeliat hal kecil-kecil yang ngga penting and sweat those tiny things. Saya mulai benci diatur-atur bonyok, ditanyain mo kemana, ma sapa, pulang jam berapa,… mana pernah saya digituin pas di Belanda. Saya juga mulai sebel ketemu Stefy karena dia nyebelin pas lagi BT. Trus, adek kecil saya yang terlalu annoying mengikuti saya kemanapun saya pergi.

Pokoknya semua salah.
Saya sampek bingung, kenapa pas taon lalu pulang indo nggak sehorrible ini. Dulu tuh kayaknya semua nice. Trus saya renungkan, pikirkan, dan saya cerna baek-baek, ternyata alasannya adalah karena sekarang saya bakal tinggal di Indo, di Surabaya for good. Saya jadi sensitive terhadap hal-hal yang gak penting. Saya jadi sensitive ama perubahan.

Parahnya lagi, saya nganggur. Belon ada kerjaan. Emang saya rencana take some times off, buat relaxing sama mengembalikan fungsi otak saya. Tapi, saya udah mulai ngerasa vervelend. Bayangin, pagi bangun, ngga ngapain2, ngga tau mau apa, besok mo apa juga ga tau. Nah lho? Coba bandingin Nia yang di Belanda.

Kapan hari pas Ardy en Golda telpon, saya ditanyain, “lagi ngapain, nie?” Aku bilang lagi maen PS sama adekku. Mereka yang shock banget! :P Nah lho,.. gimana neh?

Tapi Golda bener, mungkin ini saatnya aku catching up ama temen-temen, ama keluarga dan Stefy.

Nyokap kemarin kasih ayat di Yosua 1, bahwa kita harus hati-hati in everything we do (Yos 1:8). Nah,.. saya jadi mulai agak tenang. Saya emang harus hati2. Saya ngga bole keburu2 cari kerja, randomly, although saya lagi desperately butuh something to do.

Jadi keinget ulm. Ulm,.. don’t rush ya mbak,.. hati2. Alon-alon asal kelakon.

Comments

Unknown said…
*Chanting* dont rush.. dont rush.. dont rush...

hoahmm.. zzz.. heheh

Popular posts from this blog

What would you do if you could live another life

What would you do if you could live another life just for one day? This line is quoted from "Last Chance Harvey" . I have watched this film twice and still feel so touched everytime I watch it. Kate Walker, the main character in this film, uttered this question to Harvey Shine. In this story, both of them lived a life that is not very happy-chappy. Kate lived in a pathetic, boring life; Harvey in a screwed one. When Kate asked this question, both of them seem to ponder: what if I could live a different life, just for one day, just to try out. This question makes me ponder, too: what would I do if I was given a chance to live any kind of life I want, just for one day? Where would I be? What would I do? Who would I be? Lately I have been thinking about the life I am living right now. Everything is so well-planned. I graduated from high school, went abroad to study, came back home to work, went abroad again to do my master, working in a reasonably good organisation, and going ho

Cold Feet

One of my closest friends is getting married tomorrow another one in May another one in November. and an ex-classmate is also getting married in April/May. and, I dreamed about getting married last night. I remember some months ago I was so enthusiastic with the idea of getting married. Although I knew that our relationship was not yet ready for that stage, I was so pushy to Stefy. I had asked him when exactly we would get married. Ah well, it was all the flashy things that I longed for. Right now, what I want is to avoid it! I am just not brave enough to throw myself into this new status. Don't get me wrong, I am probably just like any other girls out there who like the beautiful wedding gown, like to be made up, like to be the queen of the night. But, have you ever considered what would happen after you wave off the guests and head to your own home, starting your new chapter of life? or what would happen after the happy chappy honeymoon? Would we then live

WSAD? (What Should Ariel Do?)

As a communication expert, we always need to be prepared for crisis communication or disaster management. If a company suffered a bad publication, or when bad things happened, like with BP’s oil spill or Toyota’s cars, the communication people need to work very hard to communicate the right message (while some other people work on to make things right) and to win the public favour again. In theory, companies need to be prepared for crisis way in advance; however not many companies did that. I believe, Ariel had also never thought that such drama would happen, but yeah, here it is, and he has to face it! So, here is my humble opinion regarding what he needs to do to clear the air: Scenario 1: Launch a single/album Celebrities, especially musicians, usually would create a drama or scandal to increase their popularity in order to promote the next movie, single, or album that would be launched. What Ariel could do is to write a song (or an album) as soon as possible and launch it! And thee