Tong Tong Fair aka Pasar Malam Besar adalah acara fair tahunan yang selalu diselenggarakan di Malieveld, the Hague. Pasar Malam Besar dulunya adalah kumpulan stand-stand Indonesia yang memamerkan kebudayaan dan keunikan Indonesia: mulai dari stand baju-baju batik, kerajinan tangan, sampai, yang tidak pernah terlewatkan, stand makanan Indonesia.
Tahun ini nama Pasar Malam Besar diubah menjadi Tong Tong Fair. Tong Tong adalah Event Organiser Pasar Malam Besar. Menurut kabar burung yang beredar, Tong Tong berpikir akan lebih menguntungkan kalo Fair ini tidak hanya diperuntungkkan untuk stand-stand dari Indonesia; tapi dari seluruh Asia. Alhasil, tahun ini nama Pasar Malam Besar berganti menjadi Tong Tong Fair dan memang benar, kita bisa melihat stand-stand dari negri Cina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Surinam, dan of course Indonesia.
Tong Tong Fair berlangsung selama 10 hari, mulai dari 21 Mei - 1 Juni 2009 dan bertempat di sebuah lapangan besar bernama Malieveld. Biaya masuk ke Tong Tong Fair sungguh sangat mengejutkan: umum 11,50 Euro (weekend 14,50 Euro) dan student 9 Euro. Remember 1 Euro = +/- 14 ribu rupiah. Dan biaya ini hanya untuk masuk, tidak ada yang namanya dapat nasi kotak atau free drink. Untunglah Oma bisa dapet tiket gratis, karena malam sebelumnya Oma abis ngejob MC di Indonesian embassy. Kalo ngga, bisa jadi ngga ada liputan ini :P
Antrian masuk cukup terorganised. Dengan 3-4 kassa untuk membeli tiket masuk, bisa dengan kontan atau pake ATM, pengunjung dengan cepat bisa masuk dan menikmati suasana eksotik di Tong Tong Fair. Begitu masuk, kita bisa melihat peta untuk menunjukkan dimana letak ini-itu. Bagian pertama dari Tong Tong Fair dipenuhi dengan stand-stand yang menjual patung-patung, kerjinan tangan, ada juga tanaman-tanaman, dan berbagai macam stand dari seluruh Asia. Kita bisa melihat penjual batik, asseccories seperti kalung, gelang, jam tangan cina yang murah-meriah, toko DVD dan CD, dan ada beberapa stand makanan kecil seperti lumpia, risoles, dll, yang menurut Oma kurang menarik, tapi whatever, orang juga banyak yang beli. Lumayan, menurut mereka, jalan-jalan sambil ngemil.
Lokasi ini bernama Grand Pasar, mungkin karena lokasinya yang sangat luas dan juga tempat 'pusat' dari Tong Tong Fair. Di tengah-tengah Grand Pasar, ada panggung megah dimana ada atraksi-atraksi seperti dance, music, dan band-band tempo doeloe, like Blue Diamonds (ada yang tau ngga? :P). Beberapa tahun yang lalu, karena namanya Pasar Malam Besar, artis-artis yang datang kebanyakan artis Indonesia. Dulu pernah ada Alm. Broery, Glenn Fredly, Andre Hehanusa, dan tahun lalu Dewi Yull. Yet, tahun ini, artis dari seluruh Asia bisa berpartisipasi. Kalau tidak salah, tahun ini Harvey Malaiholo yang mewakili Indonesia untuk menyanyi di Tong Tong Fair.
Karena banyak sekali tempat yang harus dikunjungi, Oma dan Herdiann (dan Opa juga ikut :P) mengunjungi 2 tempat: Indonesian Village and Eetwijk (Warung Makan). Di Indonesia Village, ya ini lah tempatnya orang-orang Indonesia. Mau tau yang dijual di sini? Lengkap kap kap kap! Mulai dari kerupuk, abon, keripik paru, ulekan, cobek, obat-obatan kayak Komik, Antangin, Tolak Angin, Balsam, Koyo, layang-layang, wayang, batik, patung-patung, asseccories, dan masiiih banyak lagi deh! Untuk urusan harga, ya kalo dikurs ke Rupiah, emang mahal. Misalnya sekotak Antangin bisa 4 Euro, cobek dan ulekan 10 Euro, kerupuk 2-3 Euro. Tapi, kalau dilihat dari nilai Euro, menurut Oma cukup affordable. Tapi Oma ngga beli apa-apa deh, maklum, student :)
Setelah berkelana di Indonesian Village (dan foto-foto pastinya :P), kami menyiapkan perut untuk menuju ke Eetwijk, hurray! Begitu masuk, kami langsung mencium aroma pisang goreng. I guess it's the most famous Indonesian snack in Holland. Dan, suasana Eetwijk membuat Oma ingat pujasera di Indonesia, atau G Walk, di Surabaya. *jadi kangen* Kalau di Grand Pasar banyak sekali stand-stand dari negara lain, di Eetwijk, stand-stand dimonopoli oleh orang-orang Indonesia. Hanya ada 1-2 stand dari luar Indonesia: (if I am not mistaken) Thailand and Belanda. Oke, Oma akan coba sebutkan makanan apa aja yang ada di sana: Martabak, Sate, kue-kue basah, snack seperti lumpia sampek kroket, restoran padang, Toke 'Oen' Semarang, Kambing Guling, Pisang Goreng dan gorengan lainnya (kayak tempe goreng), penjual Es (mulai Es kopyor sampek Es Tape), dan masiiiih buanyak lagi.
Oma dkk akhirnya ended up makan di Sari Sunda. Kenapa? karena Opa lagi ngidam Kambing Guling, dan karena banyak anak Indonesia yang kerja di sini (I'm proud of you guys!) - fotonya bisa dilihat, anak-anak Indonesia yang berkostum hijau. Sementara Opa pesan Kambing Guling, Herdiann pesan Mie Baso Malang, dan Oma pesan Urapan yang disajikan lengkap dengan ikan makarel (yang dimasak seperti ikan tongkol kalo di Indo). Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro! :) Setelah kenyang, kami menyempatkan berjalan-jalan lagi untuk mencegah terjadinya perut buncit :P dan menonton atraksi musik. Ngga tau deh siapa itu, tapi musiknya mayan asyik buat goyang.
Sambil menonton musik, Oma melihat ke sekeliling. Berpikir, ada sesuatu yang salah dengan ini. Setelah beberapa saat, Oma mulai mengerti apa yang salah. Di Belanda, setiap tahunnya orang-orang Belanda, dan bahkan dari luar Belanda, datang berbondong-bondong memadati Tong Tong Fair. Oma melihat orang-orang bule keluar membawa berkantong-kantong belanjaan, entah itu baju batik, patung khas Indonesia, atau makanan khas Indonesia. Ribuan orang memadat pangguung di Grand Indonesia dan kilatan blitz menghiasi langit-langit tatkala tarian Indonesia disajikan. Mengapa ini tidak terjadi di Indonesia? Mengapa orang Eropa begitu mencintai dan menghargai budaya Indonesia, sedangkan orang Indonesia lebih suka membeli baju branded (yang kadang dibuat di Indonesia) atau menolak makan makanan Indonesia dan memilih untuk pergi ke salah satu fast food chain di ibukota.
Ah, semoga orang Indonesia semakin sadar akan kekayaan dan keindahan budaya Indonesia, dan semakin mencintainya.
Dan akhirnya, waktu menunjukkan hampir pukul 11 malam. Kami pun pulang sambil masih mengelus-elus perut yang kekenyangan :P Eh, di dekat pintu keluar ada stand 'Waroeng Koppi'. Lucu.
So, inilah akhir perjalanan kami. Very fun. Hopefully next year there would be better and more interesting things happening at Tong Tong Fair, or should it go back to Pasar Malam Besar?
Salam Tong Tong
For more pictures and possible Herdian would upload his story too, go to Deliopedia
Tahun ini nama Pasar Malam Besar diubah menjadi Tong Tong Fair. Tong Tong adalah Event Organiser Pasar Malam Besar. Menurut kabar burung yang beredar, Tong Tong berpikir akan lebih menguntungkan kalo Fair ini tidak hanya diperuntungkkan untuk stand-stand dari Indonesia; tapi dari seluruh Asia. Alhasil, tahun ini nama Pasar Malam Besar berganti menjadi Tong Tong Fair dan memang benar, kita bisa melihat stand-stand dari negri Cina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Surinam, dan of course Indonesia.
Tong Tong Fair berlangsung selama 10 hari, mulai dari 21 Mei - 1 Juni 2009 dan bertempat di sebuah lapangan besar bernama Malieveld. Biaya masuk ke Tong Tong Fair sungguh sangat mengejutkan: umum 11,50 Euro (weekend 14,50 Euro) dan student 9 Euro. Remember 1 Euro = +/- 14 ribu rupiah. Dan biaya ini hanya untuk masuk, tidak ada yang namanya dapat nasi kotak atau free drink. Untunglah Oma bisa dapet tiket gratis, karena malam sebelumnya Oma abis ngejob MC di Indonesian embassy. Kalo ngga, bisa jadi ngga ada liputan ini :P
Antrian masuk cukup terorganised. Dengan 3-4 kassa untuk membeli tiket masuk, bisa dengan kontan atau pake ATM, pengunjung dengan cepat bisa masuk dan menikmati suasana eksotik di Tong Tong Fair. Begitu masuk, kita bisa melihat peta untuk menunjukkan dimana letak ini-itu. Bagian pertama dari Tong Tong Fair dipenuhi dengan stand-stand yang menjual patung-patung, kerjinan tangan, ada juga tanaman-tanaman, dan berbagai macam stand dari seluruh Asia. Kita bisa melihat penjual batik, asseccories seperti kalung, gelang, jam tangan cina yang murah-meriah, toko DVD dan CD, dan ada beberapa stand makanan kecil seperti lumpia, risoles, dll, yang menurut Oma kurang menarik, tapi whatever, orang juga banyak yang beli. Lumayan, menurut mereka, jalan-jalan sambil ngemil.
Lokasi ini bernama Grand Pasar, mungkin karena lokasinya yang sangat luas dan juga tempat 'pusat' dari Tong Tong Fair. Di tengah-tengah Grand Pasar, ada panggung megah dimana ada atraksi-atraksi seperti dance, music, dan band-band tempo doeloe, like Blue Diamonds (ada yang tau ngga? :P). Beberapa tahun yang lalu, karena namanya Pasar Malam Besar, artis-artis yang datang kebanyakan artis Indonesia. Dulu pernah ada Alm. Broery, Glenn Fredly, Andre Hehanusa, dan tahun lalu Dewi Yull. Yet, tahun ini, artis dari seluruh Asia bisa berpartisipasi. Kalau tidak salah, tahun ini Harvey Malaiholo yang mewakili Indonesia untuk menyanyi di Tong Tong Fair.
Karena banyak sekali tempat yang harus dikunjungi, Oma dan Herdiann (dan Opa juga ikut :P) mengunjungi 2 tempat: Indonesian Village and Eetwijk (Warung Makan). Di Indonesia Village, ya ini lah tempatnya orang-orang Indonesia. Mau tau yang dijual di sini? Lengkap kap kap kap! Mulai dari kerupuk, abon, keripik paru, ulekan, cobek, obat-obatan kayak Komik, Antangin, Tolak Angin, Balsam, Koyo, layang-layang, wayang, batik, patung-patung, asseccories, dan masiiih banyak lagi deh! Untuk urusan harga, ya kalo dikurs ke Rupiah, emang mahal. Misalnya sekotak Antangin bisa 4 Euro, cobek dan ulekan 10 Euro, kerupuk 2-3 Euro. Tapi, kalau dilihat dari nilai Euro, menurut Oma cukup affordable. Tapi Oma ngga beli apa-apa deh, maklum, student :)
Setelah berkelana di Indonesian Village (dan foto-foto pastinya :P), kami menyiapkan perut untuk menuju ke Eetwijk, hurray! Begitu masuk, kami langsung mencium aroma pisang goreng. I guess it's the most famous Indonesian snack in Holland. Dan, suasana Eetwijk membuat Oma ingat pujasera di Indonesia, atau G Walk, di Surabaya. *jadi kangen* Kalau di Grand Pasar banyak sekali stand-stand dari negara lain, di Eetwijk, stand-stand dimonopoli oleh orang-orang Indonesia. Hanya ada 1-2 stand dari luar Indonesia: (if I am not mistaken) Thailand and Belanda. Oke, Oma akan coba sebutkan makanan apa aja yang ada di sana: Martabak, Sate, kue-kue basah, snack seperti lumpia sampek kroket, restoran padang, Toke 'Oen' Semarang, Kambing Guling, Pisang Goreng dan gorengan lainnya (kayak tempe goreng), penjual Es (mulai Es kopyor sampek Es Tape), dan masiiiih buanyak lagi.
Oma dkk akhirnya ended up makan di Sari Sunda. Kenapa? karena Opa lagi ngidam Kambing Guling, dan karena banyak anak Indonesia yang kerja di sini (I'm proud of you guys!) - fotonya bisa dilihat, anak-anak Indonesia yang berkostum hijau. Sementara Opa pesan Kambing Guling, Herdiann pesan Mie Baso Malang, dan Oma pesan Urapan yang disajikan lengkap dengan ikan makarel (yang dimasak seperti ikan tongkol kalo di Indo). Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro! :) Setelah kenyang, kami menyempatkan berjalan-jalan lagi untuk mencegah terjadinya perut buncit :P dan menonton atraksi musik. Ngga tau deh siapa itu, tapi musiknya mayan asyik buat goyang.
Sambil menonton musik, Oma melihat ke sekeliling. Berpikir, ada sesuatu yang salah dengan ini. Setelah beberapa saat, Oma mulai mengerti apa yang salah. Di Belanda, setiap tahunnya orang-orang Belanda, dan bahkan dari luar Belanda, datang berbondong-bondong memadati Tong Tong Fair. Oma melihat orang-orang bule keluar membawa berkantong-kantong belanjaan, entah itu baju batik, patung khas Indonesia, atau makanan khas Indonesia. Ribuan orang memadat pangguung di Grand Indonesia dan kilatan blitz menghiasi langit-langit tatkala tarian Indonesia disajikan. Mengapa ini tidak terjadi di Indonesia? Mengapa orang Eropa begitu mencintai dan menghargai budaya Indonesia, sedangkan orang Indonesia lebih suka membeli baju branded (yang kadang dibuat di Indonesia) atau menolak makan makanan Indonesia dan memilih untuk pergi ke salah satu fast food chain di ibukota.
Ah, semoga orang Indonesia semakin sadar akan kekayaan dan keindahan budaya Indonesia, dan semakin mencintainya.
Dan akhirnya, waktu menunjukkan hampir pukul 11 malam. Kami pun pulang sambil masih mengelus-elus perut yang kekenyangan :P Eh, di dekat pintu keluar ada stand 'Waroeng Koppi'. Lucu.
So, inilah akhir perjalanan kami. Very fun. Hopefully next year there would be better and more interesting things happening at Tong Tong Fair, or should it go back to Pasar Malam Besar?
Salam Tong Tong
For more pictures and possible Herdian would upload his story too, go to Deliopedia
Comments