Skip to main content

Ada Apa Dengan Fitna?

Sudah lama Oma ngga ‘muncul’ di dunia per-blog-an. Bukan karena takut sama Oom Suryo dan Oom Nuh yang baru saja menghebohkan UU ITE (with all my respect, sir), tapi karena Oma sedang sibuk berat.

Hampir 3 minggu terakhir ini Oma kalang kabut, lari-lari, ngurus ini itu. Wah, pokoknya heboh!

Begitu aktif lagi di dunia per-blog-an, Oma langsung memicingkan mata dan terbatuk-batuk melihat beberapa hal:


  • Munculnya film Fitna yang sangat kekanak-kanakan
  • Diblognya situs YouTube, Myspace dan kawan-kawannya atas himbauan Depkominfo
  • Tindakan anarkis masyarakat yang menentang film Fitna
Oma setuju, nggak?

Apanya dulu nih? Filmnya atau pemblokiran situs-situs seperti Youtube dan teman-temannya? Atau perbuatan anarkis menentang film Fitna dan pembuatnya, Meneer Wilders?

Kalau film Fitna, jelas Oma tidak suka dengan apa yang ada di film itu, karena menurut Oma semua yang ada film itu adalah progpaganda. Geert Wilders bilang kalau dia hanya mengutarakan atau menyuarakan pendapat (or naively said, isi hati)-nya. Okay, fair enough kalo pendapat itu objective. Yet, menurut Oma, apa yang ada di film Fitna itu semuanya propaganda, menyuruh kita untuk “membenci” agama atau aliran tertentu.

Kalau pemblokiran situs-situ oleh Depkominfo, Oma jujur kurang setuju. Kenapa? (sebelumnya mohon maaf kepada teman-teman yang Pro Depkominfo ya)

Karena situs-situs yang diblokir hanyalah fasilitas atau media untuk mendownload (bahasa indonesia yang baik dan benar = mengunduh) film Fitna. Jadi, masih ada jutaan file berguna, informasi bermanfaat yang terdapat di dalam situs-situs tersebut. Contonya situs Multiply.com. Oma beberapa kali 'online shopping' di sana, sekarang Oma harus pake 'cara belakang' untuk access Multiply.com. Di Youtube, misalnya, ada ribuan video-video lucu dan seru yang bisa menghibur Oma di malam hari.

Ingat ngga, waktu kita kecil, kita sering dilarang orang tua untuk nonton acara TV tertentu, dengan alasan "kamu masih kecil." Apa jadinya, kita akan secara sembunyi-sembunyi nonton film itu. Trus, pas kita SMP atau SMA, dilarang merokok. Nah, kita akan nyobain rasanya nikotin mengalir di tubuh kita di WC sekolah, again secara sembunyi-sembunyi.

Sekarang apa yang akan para netter, blogger and most people do kalau mereka dilarang nonton film Fitna dengan pemblokiran situs-situs tertentu? Yap, again, sembunyi-sembunyi,...

So, yang seharusnya dilakukan adalah mengedukasi masyarakat tentang film Fitna, dengan mengadakan talkshow, dialog, seminar, atau live speech dari bapak presiden tentang film ini. Dengan begitu, rakyat Indonesia bisa mengerti cara bersikap, kan? Bukan seenaknya menutup situs-situs tertentu. Sama juga bo'ong kan?

Nah, back lagi tentang masalah dilarang dan melarang. Kalau seorang anak, dilarang, dan dia memberontak, melakukan hal-hal yang anarkis. Apa yang akan orang tua lakukan? Orang tua akan menganggap dia seperti anak kecil yang belum dewasa dan memberikan sangsi padanya. So, people, Oma rasa, itulah yang akan dilakukan para 'orang tua' negeri ini kalau kita bertindak anarkis, melakukan kekerasan, dan sewenang-wenang.

Mereka akan menganggap kita anak kecil, belum grown ups. Oom Wilders, di Belanda sana, akan tepuk tangan, tertawa terbahak-bahak sambil berkata "kena lu! Biar nyahok!!" Nah, emang kita mau digituin?
Kita harus tunjukin donk, kepada dunia, bahwa Indonesia, meskipun mayoritas adalah umat Muslim, bukanlah negara yang penuh dengan kekerasan, seperti kata Oom Wilders. Kita negara yang penuh kasih, yang saling membantu, saling menyayangi dan damai sejahtera. Kalau kita menanggapi film yang penuh dengan kekerasan dengan tindakan kekerasan, Oom Wilders akan bilang "nah, apa gue bilang, lu itu emang biang kerok kekerasan." Tapi kalo kita baik, penuh kasih, Oom Wilders akan gigit jari dan kemakan ucapannya sendiri (inspired by one article from Jawapos last Thursday - 3 April 2008).


So, Indonesia, tunjukkan kasihmu :)

Comments

Anonymous said…
Sepakan dengan pendapat OMA
Anonymous said…
geert wilder is a suicidal maniacs.

Popular posts from this blog

What would you do if you could live another life

What would you do if you could live another life just for one day? This line is quoted from "Last Chance Harvey" . I have watched this film twice and still feel so touched everytime I watch it. Kate Walker, the main character in this film, uttered this question to Harvey Shine. In this story, both of them lived a life that is not very happy-chappy. Kate lived in a pathetic, boring life; Harvey in a screwed one. When Kate asked this question, both of them seem to ponder: what if I could live a different life, just for one day, just to try out. This question makes me ponder, too: what would I do if I was given a chance to live any kind of life I want, just for one day? Where would I be? What would I do? Who would I be? Lately I have been thinking about the life I am living right now. Everything is so well-planned. I graduated from high school, went abroad to study, came back home to work, went abroad again to do my master, working in a reasonably good organisation, and going ho

WSAD? (What Should Ariel Do?)

As a communication expert, we always need to be prepared for crisis communication or disaster management. If a company suffered a bad publication, or when bad things happened, like with BP’s oil spill or Toyota’s cars, the communication people need to work very hard to communicate the right message (while some other people work on to make things right) and to win the public favour again. In theory, companies need to be prepared for crisis way in advance; however not many companies did that. I believe, Ariel had also never thought that such drama would happen, but yeah, here it is, and he has to face it! So, here is my humble opinion regarding what he needs to do to clear the air: Scenario 1: Launch a single/album Celebrities, especially musicians, usually would create a drama or scandal to increase their popularity in order to promote the next movie, single, or album that would be launched. What Ariel could do is to write a song (or an album) as soon as possible and launch it! And thee

Pluralism: My Version

plu`ral-ism (-noun) condition in which minority groups participate in society, yet maintain their distinctions. Today is Chinese New Year. Being Indonesian-Born-Chinese (IBC), my family has always been taking part in this celebration. No, we were not really doing the rituals, but as a child, I always had fun hunting Hung Bao (small amount of money put in an red envelop). Another memory about Chinese New Year is it was the time when my favorite cousines came from Malang. We would play; and they would possibly have sleepover. It was my childhood. However, I cannot recall what happened when I was slightly older. But I still remember that my mom told me to be an Indonesian. She would say "Nia, you are not Chinese. You are Indonesian." Or she would remind me that I have to respect Indonesian people in spite of their attitude toward ethnic Chinese. She said "We have a confusing story. If we would say we are Chinese, we would be kicked out from this country. Thus we would prob