Skip to main content

Lebih enak yang mana?

"Lebih enak dicintai, daripada mencintai."

Aku dulu tertawa ngakak mendengar ungkapan ini dari mulut teman baikku, yang sekarang aku anggap seperti kakakku sendiri. Bagaimana mungkin dicintai itu lebih enak?

Aku jadi mengingat kisah klasik Siti Nurbaya. Mbak Siti yang lemah. Mbak Siti yang wanita. Mbak Siti yang manut kata orang tua. Apa enak cuman dicintai Datuk Maringgi? Apa iya dicintai Datuk Maringgi bikin happy?

Trus saya jadi teringat pepatah wong jawa kuno. “Tresna jalaran saka kulino.” Apa iya cinta yang datang begitu saja, yang merupakan hasil dari perasaan cinta yang diberikan ke kita, membuat hari kita lebih indah? Apa iya jika kita dicintai tanpa kita mencintai orang itu bisa bikin hubungan kita bahagia? Live happily ever after?

Tapi dalam kasus kehidupanku, tepatnya yang terjadi 2 hari yang lalu, perasaan dicintai ini ternyata memberikan doping tersendiri buatku. Seminggu kemarin, kembali terulang peristiwa tidak bisa tidur. Ketika mata ini terpejam, tiap detik yang terlintas hanyalah rasa bersalah. Scene-scene film horor indonesia bahkan tidak bisa mengalahkan kengerianku di tengah malam.

Aku memang bersalah.
Kesalahan yang terus didaur ulang, yang hanya berubah wujud, namun asal muasalnya tetap sama: sampah. Aku hidup dan menghirup kesalahan itu. Aku berkubang dalam dosa yang tidak berbeda dari kemarin.

Suatu malam, aku seakan tersadar, terbangun dari mimpi-mimpi yang layaknya film horor Indonesia. Aku tahu, aku harus jujur. Apapun resikonya. Walaupun itu adalah kehilangan kesempatan menjadi bahagia.

“Aku butuh ngomong.”
Kalimat ini lebih dari cukup untuk melengkapi semua firasat buruknya selama berminggu-minggu ini. Dan terungkaplah semua busuk. Terciumlah bangkai yang dari kemarin kuberi pita, glitter dan kusemprot Channel No.5. Terlihatlah noda-noda dan kuman yang kemarin-kemarin ini kumanipulasi dengan efek blur dan texturize di Photoshop.

Tidak ada lagi menangis tersedu-sedu. Aku pasrah.
Hanya sekali-kali kata maaf terucap. Karena kali ini tidak akan kujual kata maafku untuk membeli cintanya.
Tidak lagi aku membela diri. Aku menunggu dicaci maki. Aku menunggu dihujani umpatan dan mendengar luapan emosi.
Tapi diam.

“Kamu marah?”
Aku tidak melihat logika dari alur cerita kehidupanku. Kali ini aku tidak bisa mencerna. Hening, benar-benar hening. Aku bahkan tidak tahu apa kata-kata apa yang harus kuucap selanjutnya.

“Nggak. Kalau sudah terjadi ya mau diapain.”
What? Hanya itu??
“Aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri.”
Aku membiarkan diriku digerogoti oleh rasa bersalah. Lebih dalam, lebih dalam, dan dalam. Aku membayangkan yang buruk-buruk. Aku membayangkan dia akan bangun pagi-pagi dan menyadari bahwa dia telah membuat kesalahan yang besar. Aku takut. Gelisah, namanya.

“Kesusahan sehari biarlah untuk sehari.”
Aku ingat tawaku saat dia mengutip ayat Alkitab ini, enam tahun lalu tepatnya. Sok! Kupikir waktu itu. Tapi prinsip itu ternyata masih dia terapkan sampai saat ini, seperti dalam kasus kemarin contohnya.

“Makanya, lain kali kalo diomongin orang tu ya mbok nurut.”
Dan dia mencium rambutku dan memegang pundakku dari belakang. THE END.

Ternyata memang benar, dicintai itu indah. Tapi aku masih yakin, saling mencintai itu lebih indah. Seperti kali ini, aku memang bahagia ketika aku masih dicintai, meskipun aku telah benar-benar salah. Tapi aku lebih bahagia, ketika aku tahu bahwa aku mencintai orang yang benar.

Comments

Unknown said…
nyaaw hehehe so cute!
Oma Nia said…
ulmiee!! ayo,.. blog km diupdate. saya pengen denger kisah romantismu ma caup

Popular posts from this blog

What would you do if you could live another life

What would you do if you could live another life just for one day? This line is quoted from "Last Chance Harvey" . I have watched this film twice and still feel so touched everytime I watch it. Kate Walker, the main character in this film, uttered this question to Harvey Shine. In this story, both of them lived a life that is not very happy-chappy. Kate lived in a pathetic, boring life; Harvey in a screwed one. When Kate asked this question, both of them seem to ponder: what if I could live a different life, just for one day, just to try out. This question makes me ponder, too: what would I do if I was given a chance to live any kind of life I want, just for one day? Where would I be? What would I do? Who would I be? Lately I have been thinking about the life I am living right now. Everything is so well-planned. I graduated from high school, went abroad to study, came back home to work, went abroad again to do my master, working in a reasonably good organisation, and going ho

Cold Feet

One of my closest friends is getting married tomorrow another one in May another one in November. and an ex-classmate is also getting married in April/May. and, I dreamed about getting married last night. I remember some months ago I was so enthusiastic with the idea of getting married. Although I knew that our relationship was not yet ready for that stage, I was so pushy to Stefy. I had asked him when exactly we would get married. Ah well, it was all the flashy things that I longed for. Right now, what I want is to avoid it! I am just not brave enough to throw myself into this new status. Don't get me wrong, I am probably just like any other girls out there who like the beautiful wedding gown, like to be made up, like to be the queen of the night. But, have you ever considered what would happen after you wave off the guests and head to your own home, starting your new chapter of life? or what would happen after the happy chappy honeymoon? Would we then live

WSAD? (What Should Ariel Do?)

As a communication expert, we always need to be prepared for crisis communication or disaster management. If a company suffered a bad publication, or when bad things happened, like with BP’s oil spill or Toyota’s cars, the communication people need to work very hard to communicate the right message (while some other people work on to make things right) and to win the public favour again. In theory, companies need to be prepared for crisis way in advance; however not many companies did that. I believe, Ariel had also never thought that such drama would happen, but yeah, here it is, and he has to face it! So, here is my humble opinion regarding what he needs to do to clear the air: Scenario 1: Launch a single/album Celebrities, especially musicians, usually would create a drama or scandal to increase their popularity in order to promote the next movie, single, or album that would be launched. What Ariel could do is to write a song (or an album) as soon as possible and launch it! And thee