“Aku sayang kamu, ri!”
Nadanya kali ini benar-benar beda dari biasanya. Terri yang biasanya hanya tersenyum simpul dan menggoda Nando apabila mendengarkan Nando mengungkapkan cintanya, kali ini terpaksa terperanjak dari duduknya. Matanya menatap Nando penuh pertanyaan. Terri menggumam dalam hati, Nando marah. Terri memilih untuk berjalan pelan, tapi pasti, meninggalkan Nando yang menyesal, telah memarahi Terri.
***
Rasa sayang Nando tanpa logika, begitu kata John. Terri setuju, tetapi ketika John memutuskan untuk mencaci-maki Nando, Terri sangat tidak setuju. Sudah puluhan bulan mereka berpacaran, dan baru saja mereka masuk ke level yang bisa dibilang cukup serius, dan kali ini, untuk pertama kalinya John membuat hubungan mereka terlihat sangat kekanak-kanakkan.
“John, sudah kubilang! Aku akan menyelesaikan semuanya sendiri, dengan caramu. Tidak perlu emosimu ikut campur.” Terri jarang sekali marah, tapi apabila dia marah, nampak jelas kedua sungutnya, di sebelah kanan dan kiri. Mukanya kemudian berubah warna, menjadi merah; lebih merah dari seekor lobster. John marah, dan suara terakhir yang didengarnya adalah hening. Telepon ditutup.
Rasa sayang John tidak pernah mudah untuk dimengerti. Kadang rasa sayangnya berarti kegembiraan, di kesempatan lainnya, rasa sayangnya berbentuk amukan dan hinaan. Kadang rasa sayangnya berupa kehadirannya yang tiada henti, antar jemput yang rela dilakukannya. Tapi kadang kealpaannya pun berarti sayang, menurut John. Bulan kemarin, John seperti lupa kalau sudah punya pacar. SMS tidak pernah dibalas, missed call juga tidak digubris, apalagi datang untuk apel ke rumah Terri. Bulan kemarinnya lagi, John membanjiri rumah Terri dengan hadiah. Maklum, bulan DesemberTerri berulang tahun. Pas persis di hari ulang tahun Terri, John memberikan kalung yang sudah dipesan khusus olehnya. Di hari kedua, John mengajak Terri untuk bermobil ke puncak, melihat pemandangan malam dan bintang-bintang, dan entah hari keberapa itu, John menjemput Terri di pagi-pagi buta dan membiarkan mobil sport John membawa mereka ke bandara Soekarno-Hatta. Tahu kemana John membawa Terri? Mungkin tebakan anda tidak meleset, ya, ke Bali. Hanya untuk bermain-main di pantai Nusa Dua, lunch di salah satu cafe di daerah Nusa Dua, dan early dinner di Jimbaran. Dan mereka pun pulang kembali ke Jakarta.
Bulan sebelumnya lagi, bulan November, John menghilang. Bukan hanya tidak membalas SMS, missed call atau the real call, tapi tidak ada yang tahu John kemana. Di akhir bulan November, tepat 3 hari sebelum ulang tahun Terri, John muncul. Terri berusaha menanyai kemana John pergi, tapi John hanya tersenyum sambil bercanda. “John, please be serious!” Terri sudah tidak tahan. John kembali tersenyum, tapi kali ini dia sembari menggenggam kedua tangan Terri, dan berkata, “bisnis, sayang, bisnis.” Pementasan John kali ini diakhiri dengan kecupan di kening Terri, dan John pun pergi, membiarkan Terri menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bulan ini, John sudah cukup membuat sensasi. John menelpon Nando dan memaki-maki Nando. Nando, kenapa harus kamu, Nando? Bisa dibilang ini adalah suatu kebetulan, tapi kebetulan ini begitu indah, tapi berakhir dengan cukup menyakitkan, kalau memang ini adalah akhir.
Bulan lalu, bulan Januari, John menghilang lagi, dan kali ini Terri sudah lelah. John memang selalu mengobral rasa sayangnya pada Terri. Terri juga senang mendengarkan rayuan John, ucapan kata-kata sayangnya. Terri menikmati rasa sayang John, tapi kali ini dia sudah lelah. Terri lelah akan ketidakpastian. Terri masih lebih pasti menanti kenaikan gajinya, daripada menanti keseriusan hubungannya dengan John.
“Eri, ini Nando. I’m home.”
Terri pasti akan lupa Nando siapa itu kalau dia tidak melihat kata ‘Eri’ di awal SMS yang ia terima di pagi buta, benar-benar pagi yang buta. Di pagi itu, Terri sudah dibutakan oleh kegembiraannya menerima SMS Nando. Terri dibutakan oleh kenyataan bahwa dia sudah memiliki John. Terri dibutakan oleh kisah masa SMU-nya. Terri juga sudah dibutkan oleh kata ‘Eri’ diawal SMS, yang adalah panggilan khusus yang diberikan Nando untuk Terri.
Nando adalah masa lalunya, dan masa datangnya, begitu imbuh Terri. “Dia juga masa surammu, mimpi burukmu” imbuhku akhirnya. Kali ini Terri harus mengakui bahwa aku benar. Nando adalah sahabat dekat Terri semasa SMU. Nando atlit sepak bola yang pada saat itu cukup harum namanya. Nando adalah idola semua wanita, tidak hanya kalangan muda, ibu saya pun dulu fans berat Nando. Nando jatuh cinta pada Terri, tapi tidak begitu ceritanya dengan Terri. Terri selalu tertawa dan menganggap Nando bercanda apabila Nando mulai merayunya. Singkat cerita, hubungan persahabatan mereka putus, karena Terri akhirnya sadar bahwa dia tidak akan pernah bisa mencintai Nando. Nando pun menghilang. Layaknya atlit sepak bola indonesia lainnya, yang harumnya mudah sekali pudar, nama Nando hanya bertahan menghiasi koran-koran Indonesia selama dua tahun. Semenjak Nando menghilang, banyak sekali gosip-gosip yang beredar. Bukan gosip yang sekarang kita lihat di infotainment tidak bermutu yang disiarkan di televisi swasta, tapi ini gosip dari orang-orang yang terpercaya. Dari guru-guru sekolah, dari teman semasa Nando masih sempat mengecap bangku kuliah, dari orang tua Nando yang sudah memanggila Nando dengan sebutan ‘anak durhaka’, sampai dari manager klub sepak bola Nando yang terakhir. Mereka tidak ada yang tahu kemana Nando pergi. Nando menghilang,.. puff!
Nando boleh menyerah dibidang olah raga, namun tidak demikian di bidang asmara. Nando selalu mengirimkan SMS kepada Terri di saat-saat yang, boleh dibilang, sangat monumental, sangat tepat. Terri, yang awalnya ‘menolak’ cinta Nando, mulai goyah melihat usaha Nando. At least, 1 tahun sekali, Nando akan mengirimkan SMS-SMS cinta pada Terri. Dan selang beberapa minggu, Nando akan pergi lagi, entah kemana, dan membiarkan Terri bingung: ingin menanti atau melupakan Nando. Inilah masa suram yang kumaksud tadi. Tiga tahun yang lalu, Terri memutuskan untuk melupakan Nando, dan di saat itulah Terri bertemu John.
Nando memang anak durhaka, tidak tahu diri. Meskipun Terri sudah berhubungan dengan John, tetap saja SMS cintanya tidak berhenti menghiasi handphone Terri. Awalnya John cuek saja, itulah John! Cowok metropolis yang menganut azas kebebasan penuh. Terri pun sudah berjanji pada dirinya, pada hatinya untuk berhenti mengharapkan Nando. Namun, kali ini, usaha Terri mulai diuji. Terri goyah, dan welcome back masa suram. Welcome back sleepless night and two-face life.
Kali ini, semenjak berhubungan kembali dengan Nando, yang katanya hanya sebatas teman, Terri pun mulai menghapus nama John, sedikit demi sedikit, dari agendanya. “Makan malam bareng John” diganti dengan “Nonton konser with N” atau “Chatting with N”. Terri masih terlalu takut untuk menulis Nando besar-besar di agendanya. Intinya, Terri mulai menghindari John.
18 hari. Ya, kalau tidak salah sudah delapan belas hari hidupku dihiasi oleh tangis dan tawa Terri yang tak bosan-bosannya berkisah tentang pahlawan Nandonya. Super Nando. Dan tepat di hari yang kedelapan belas, Terri bukan lagi penderita tuna netra. Terri sudah bisa melihat kemana arah hubungannya dengan Nando akan berlabuh: another ketidakpastian. Terri pun sudah mulai bisa melihat kesungguhan John. Bulan ini, bulan Februari, tepat tanggal 14 Februari, John memasukkan kotak kecil ke dalam tas vintage Terri. “Buka di rumah, yang, dan telpon aku as soon as you open it.” Terri agak bingung, karena John bukan tipe romantis yang ikut ber-pink ria untuk menyambut hari valentie. Hari ini, John, untuk pertama kalinya, menyelipkan kotak kecil warna merah muda dengan pita putih, ke dalam tasnya.
Cincin.
“I cannot marry you this year, but I can give you certainty that I love you. Kita tunangan, yuk!” Begitu ucap John begitu Terri meneleponnya. Air mata Terri meleleh. Dan di hari yang sama, 14 Februari, Terri kembali menyebut nama Nando dalam percakapan mereka. John marah besar, dan terjadilah drama sensasional. John melabrak Nando. Dan pementasan berakhir. THE END.
***
Jaman sudah berganti. Terri tidak lagi berambut panjang, berpenampilan feminin dan lemah lembut. Terri sudah menjadi pribadi yang mandiri, berambut pendek a la Hepburn dan berpenampilan praktis.
“I’m home.”
Terri yang sedang menyedot Java Chips-nya terdiam. Nomor yang asing, namun pesan yang sangat familiar, terlalu familiar untuk membuat hatinya berdegup kencang. Terri seakan mencoba melongok melihat isi hatinya, mengecek nalarnya dan diakhiri dengan menatap dalam-dalam cincin di jari manisnya. Terri tersenyum dan memasukkan handphone-nya ke dalam tas Louis Vitton-nya.
“John, kita pulang, yuk!” Terri mengamit lengan John dan melangkah dengan pasti meninggalkan kedai kopi itu.
p.s. Plz comments-nya dunk!!! saya kan masih amatiran!! ayo, phien!! dihina (or dipuji) CerPen sayaa!
Nadanya kali ini benar-benar beda dari biasanya. Terri yang biasanya hanya tersenyum simpul dan menggoda Nando apabila mendengarkan Nando mengungkapkan cintanya, kali ini terpaksa terperanjak dari duduknya. Matanya menatap Nando penuh pertanyaan. Terri menggumam dalam hati, Nando marah. Terri memilih untuk berjalan pelan, tapi pasti, meninggalkan Nando yang menyesal, telah memarahi Terri.
***
Rasa sayang Nando tanpa logika, begitu kata John. Terri setuju, tetapi ketika John memutuskan untuk mencaci-maki Nando, Terri sangat tidak setuju. Sudah puluhan bulan mereka berpacaran, dan baru saja mereka masuk ke level yang bisa dibilang cukup serius, dan kali ini, untuk pertama kalinya John membuat hubungan mereka terlihat sangat kekanak-kanakkan.
“John, sudah kubilang! Aku akan menyelesaikan semuanya sendiri, dengan caramu. Tidak perlu emosimu ikut campur.” Terri jarang sekali marah, tapi apabila dia marah, nampak jelas kedua sungutnya, di sebelah kanan dan kiri. Mukanya kemudian berubah warna, menjadi merah; lebih merah dari seekor lobster. John marah, dan suara terakhir yang didengarnya adalah hening. Telepon ditutup.
Rasa sayang John tidak pernah mudah untuk dimengerti. Kadang rasa sayangnya berarti kegembiraan, di kesempatan lainnya, rasa sayangnya berbentuk amukan dan hinaan. Kadang rasa sayangnya berupa kehadirannya yang tiada henti, antar jemput yang rela dilakukannya. Tapi kadang kealpaannya pun berarti sayang, menurut John. Bulan kemarin, John seperti lupa kalau sudah punya pacar. SMS tidak pernah dibalas, missed call juga tidak digubris, apalagi datang untuk apel ke rumah Terri. Bulan kemarinnya lagi, John membanjiri rumah Terri dengan hadiah. Maklum, bulan DesemberTerri berulang tahun. Pas persis di hari ulang tahun Terri, John memberikan kalung yang sudah dipesan khusus olehnya. Di hari kedua, John mengajak Terri untuk bermobil ke puncak, melihat pemandangan malam dan bintang-bintang, dan entah hari keberapa itu, John menjemput Terri di pagi-pagi buta dan membiarkan mobil sport John membawa mereka ke bandara Soekarno-Hatta. Tahu kemana John membawa Terri? Mungkin tebakan anda tidak meleset, ya, ke Bali. Hanya untuk bermain-main di pantai Nusa Dua, lunch di salah satu cafe di daerah Nusa Dua, dan early dinner di Jimbaran. Dan mereka pun pulang kembali ke Jakarta.
Bulan sebelumnya lagi, bulan November, John menghilang. Bukan hanya tidak membalas SMS, missed call atau the real call, tapi tidak ada yang tahu John kemana. Di akhir bulan November, tepat 3 hari sebelum ulang tahun Terri, John muncul. Terri berusaha menanyai kemana John pergi, tapi John hanya tersenyum sambil bercanda. “John, please be serious!” Terri sudah tidak tahan. John kembali tersenyum, tapi kali ini dia sembari menggenggam kedua tangan Terri, dan berkata, “bisnis, sayang, bisnis.” Pementasan John kali ini diakhiri dengan kecupan di kening Terri, dan John pun pergi, membiarkan Terri menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bulan ini, John sudah cukup membuat sensasi. John menelpon Nando dan memaki-maki Nando. Nando, kenapa harus kamu, Nando? Bisa dibilang ini adalah suatu kebetulan, tapi kebetulan ini begitu indah, tapi berakhir dengan cukup menyakitkan, kalau memang ini adalah akhir.
Bulan lalu, bulan Januari, John menghilang lagi, dan kali ini Terri sudah lelah. John memang selalu mengobral rasa sayangnya pada Terri. Terri juga senang mendengarkan rayuan John, ucapan kata-kata sayangnya. Terri menikmati rasa sayang John, tapi kali ini dia sudah lelah. Terri lelah akan ketidakpastian. Terri masih lebih pasti menanti kenaikan gajinya, daripada menanti keseriusan hubungannya dengan John.
“Eri, ini Nando. I’m home.”
Terri pasti akan lupa Nando siapa itu kalau dia tidak melihat kata ‘Eri’ di awal SMS yang ia terima di pagi buta, benar-benar pagi yang buta. Di pagi itu, Terri sudah dibutakan oleh kegembiraannya menerima SMS Nando. Terri dibutakan oleh kenyataan bahwa dia sudah memiliki John. Terri dibutakan oleh kisah masa SMU-nya. Terri juga sudah dibutkan oleh kata ‘Eri’ diawal SMS, yang adalah panggilan khusus yang diberikan Nando untuk Terri.
Nando adalah masa lalunya, dan masa datangnya, begitu imbuh Terri. “Dia juga masa surammu, mimpi burukmu” imbuhku akhirnya. Kali ini Terri harus mengakui bahwa aku benar. Nando adalah sahabat dekat Terri semasa SMU. Nando atlit sepak bola yang pada saat itu cukup harum namanya. Nando adalah idola semua wanita, tidak hanya kalangan muda, ibu saya pun dulu fans berat Nando. Nando jatuh cinta pada Terri, tapi tidak begitu ceritanya dengan Terri. Terri selalu tertawa dan menganggap Nando bercanda apabila Nando mulai merayunya. Singkat cerita, hubungan persahabatan mereka putus, karena Terri akhirnya sadar bahwa dia tidak akan pernah bisa mencintai Nando. Nando pun menghilang. Layaknya atlit sepak bola indonesia lainnya, yang harumnya mudah sekali pudar, nama Nando hanya bertahan menghiasi koran-koran Indonesia selama dua tahun. Semenjak Nando menghilang, banyak sekali gosip-gosip yang beredar. Bukan gosip yang sekarang kita lihat di infotainment tidak bermutu yang disiarkan di televisi swasta, tapi ini gosip dari orang-orang yang terpercaya. Dari guru-guru sekolah, dari teman semasa Nando masih sempat mengecap bangku kuliah, dari orang tua Nando yang sudah memanggila Nando dengan sebutan ‘anak durhaka’, sampai dari manager klub sepak bola Nando yang terakhir. Mereka tidak ada yang tahu kemana Nando pergi. Nando menghilang,.. puff!
Nando boleh menyerah dibidang olah raga, namun tidak demikian di bidang asmara. Nando selalu mengirimkan SMS kepada Terri di saat-saat yang, boleh dibilang, sangat monumental, sangat tepat. Terri, yang awalnya ‘menolak’ cinta Nando, mulai goyah melihat usaha Nando. At least, 1 tahun sekali, Nando akan mengirimkan SMS-SMS cinta pada Terri. Dan selang beberapa minggu, Nando akan pergi lagi, entah kemana, dan membiarkan Terri bingung: ingin menanti atau melupakan Nando. Inilah masa suram yang kumaksud tadi. Tiga tahun yang lalu, Terri memutuskan untuk melupakan Nando, dan di saat itulah Terri bertemu John.
Nando memang anak durhaka, tidak tahu diri. Meskipun Terri sudah berhubungan dengan John, tetap saja SMS cintanya tidak berhenti menghiasi handphone Terri. Awalnya John cuek saja, itulah John! Cowok metropolis yang menganut azas kebebasan penuh. Terri pun sudah berjanji pada dirinya, pada hatinya untuk berhenti mengharapkan Nando. Namun, kali ini, usaha Terri mulai diuji. Terri goyah, dan welcome back masa suram. Welcome back sleepless night and two-face life.
Kali ini, semenjak berhubungan kembali dengan Nando, yang katanya hanya sebatas teman, Terri pun mulai menghapus nama John, sedikit demi sedikit, dari agendanya. “Makan malam bareng John” diganti dengan “Nonton konser with N” atau “Chatting with N”. Terri masih terlalu takut untuk menulis Nando besar-besar di agendanya. Intinya, Terri mulai menghindari John.
18 hari. Ya, kalau tidak salah sudah delapan belas hari hidupku dihiasi oleh tangis dan tawa Terri yang tak bosan-bosannya berkisah tentang pahlawan Nandonya. Super Nando. Dan tepat di hari yang kedelapan belas, Terri bukan lagi penderita tuna netra. Terri sudah bisa melihat kemana arah hubungannya dengan Nando akan berlabuh: another ketidakpastian. Terri pun sudah mulai bisa melihat kesungguhan John. Bulan ini, bulan Februari, tepat tanggal 14 Februari, John memasukkan kotak kecil ke dalam tas vintage Terri. “Buka di rumah, yang, dan telpon aku as soon as you open it.” Terri agak bingung, karena John bukan tipe romantis yang ikut ber-pink ria untuk menyambut hari valentie. Hari ini, John, untuk pertama kalinya, menyelipkan kotak kecil warna merah muda dengan pita putih, ke dalam tasnya.
Cincin.
“I cannot marry you this year, but I can give you certainty that I love you. Kita tunangan, yuk!” Begitu ucap John begitu Terri meneleponnya. Air mata Terri meleleh. Dan di hari yang sama, 14 Februari, Terri kembali menyebut nama Nando dalam percakapan mereka. John marah besar, dan terjadilah drama sensasional. John melabrak Nando. Dan pementasan berakhir. THE END.
***
Jaman sudah berganti. Terri tidak lagi berambut panjang, berpenampilan feminin dan lemah lembut. Terri sudah menjadi pribadi yang mandiri, berambut pendek a la Hepburn dan berpenampilan praktis.
“I’m home.”
Terri yang sedang menyedot Java Chips-nya terdiam. Nomor yang asing, namun pesan yang sangat familiar, terlalu familiar untuk membuat hatinya berdegup kencang. Terri seakan mencoba melongok melihat isi hatinya, mengecek nalarnya dan diakhiri dengan menatap dalam-dalam cincin di jari manisnya. Terri tersenyum dan memasukkan handphone-nya ke dalam tas Louis Vitton-nya.
“John, kita pulang, yuk!” Terri mengamit lengan John dan melangkah dengan pasti meninggalkan kedai kopi itu.
p.s. Plz comments-nya dunk!!! saya kan masih amatiran!! ayo, phien!! dihina (or dipuji) CerPen sayaa!
Comments
Good job! Bagus kok...Ganbate!
Kabar baek...masih di States ni aku. Cari kerja ama plan buat apply for MBA. Kamu gimana kabarnya? Dah kerja?