Dear Bil
Billy,
Semalaman aku tidak bisa tidur. Aku berbaring namun tak menutup mata. Tanganku sibuk membolak-balik handphone. Aku membaca ulang SMS yang engkau kirimkan padaku akhir-akhir ini. Kau membuatku terjaga.
Aneh. Aku seperti jatuh cinta pada huruf-huruf yang ada di layer handphone perakku yang sudah tua. Aku tersenyum, menangis, bahkan aku rindu pada huruf-huruf itu. Aku tidak yakin apa itu juga berarti bahwa aku merindukanmu.
00.37
Aku masih terjaga dan sibuk membalas SMS-mu. Kamu bilang, jika mungkin kamu ingin menikahiku. Aku tersenyum masam, sambil berpikir, I wish you could.
Bil, aku tidak pernah paham akan cintamu. Dalam setahun terakhir ini, berapa kali kita bertemu? Yap, hanya satu kali, Bil! Itulah kali pertama dan terakhir aku melihatmu. Sisanya, hanya SMS-SMS inilah yang cukup berani mewakili perasaan kita. Aku bingung, bimbang, tidak bisa mencerna perasaanmu padaku. Apa yang kamu cari dariku, Bil? Apa yang kamu lihat dariku?
Kematangan dan pengabdian. Jawaban yang sangat diplomatis, Bil. Tapi itu tidak cukup untuk dijadikan tolak ukur perasaanmu. Ketika aku mencoba mencari jalan tikus di antara perasaan kita, aku masih tidak menemukan logika dalam perasaan kita.
Aku memang tidak pernah, dan tidak akan pernah ingin mengakui bahwa aku jatuh cinta padamu. Tidak, Bil! Aku rasa di pertemuan kita yang pertama pun sudah kamu lihat benda berwarna kuning melingkar di jari manis sebelah kananku. Dan di pertemuan pertama kita, kubawa serta orang yang memberikan cincin itu. Aku tidak bisa mengatakan kalau aku mencintaimu, Bil, dan aku tidak akan pernah mau.
01.50
Aku masih terjaga.
Aku sudah gila, Bil! Dan sekarang aku sedang mencari skenario yang tepat untuk mengakhiri kegilaanku, atau aku harus menjebloskan diriku ke Rumah Sakit Jiwa di jalan Menur.
Bil, masih ingatkah kamu apa pekerjaanku? Aku konselor, yes I am. Aku membantu para wanita dan pasangan suami istri yang sedang mengalami krisis rumah tangga. Aku memberikan konseling pra-nikah. Aku konselor waras yang menentang perselingkuhan. Masih ingatkah kamu ceritaku tentang seorang gadis di depan rumahku yang ditinggal kawin oleh suaminya? Aku menangis bersamanya. Aku memeluknya dan aku memberinya tumpangan selama beberapa hari. Dan sadarkah kamu, Bil, aku berselingkuh sekarang!!
Tidak pernah kubayangkan harus menyayangi dua orang pria sekaligus dalam hidupku.
Selama ini yang kutahu adalah banyak laki-laki itu brengsek, buaya darat, punya istri puluhan tersebar dimana-mana dan suka kawin cerai. Aku selalu membayangkan sesosok pria buncit, berkumis, berdompet tebal, dengan kunci mobil keperak-perakan di saku celana depan, dan ditambah senyum yang menggoda. Ya, merekalah lelaki beristri dua, tiga, empat dan seterusnya. Tapi, inilah aku, Bil! Aku, wanita dengan berat 55 kilogram,tinggi 165 centimeter, bekerja sebagai konselor di lembaga perlindungan wanita, berkacamata minus, soloist gereja, dan bersuami satu! Bil, aku selingkuh!
03.00
Masih kupandang handphone berwarna perak ini. Sejak awal, sudah kuyakinkan diriku bahwa aku tidak mencintaimu, Bil! Aku tidak tahu apa yang kulihat darimu dan apa yang membedakanmu dengan Mas Hen. Apakah karena kamu bukan seorang musician yang tidak pernah punya jam kerja yang pasti? Apakah karena kamu mempunyai rumah dengan kolam renang dan treadmill pribadi? Apakah karena kamu begitu perhatian dan sayang anak kecil? Apa, Bil? Aku tidak tahu! Yang aku tahu, kamu selalu membuatku tersenyum saat membaca SMS-mu. Kamu selalu membuat hariku lengkap. Meskipun kamu tidak pernah kutemukan wujud nyatamu di sampingku, huruf-huruf kirimanmu itu seakan menggoreskan senyuman di hariku.
04.58
Bil, sudah subuh. Sepuluh menit lagi aku harus bangun dan menjemput Mas Hen di Bandara. Kemarin Mas Hen konser di Banjarmasin. Yap, di kota kelahiranmu.
Ingatkah kamu, aku pernah bertanya sampai kapan kita akan seperti ini. Kamu bilang, hanya Tuhan yang tahu. Tapi, Bil, aku pun perlu tahu and unfortunately belum ada free access untuk langsung mendapat jawaban dari Tuhan itu, entah Tuhan mana yang kau maksud, Bil.
Bil, selamat tinggal.
Kali ini aku bersumpah untuk tidak mencarimu lagi. Jangan cari aku, Bil. Please. Bebaskan aku.
Au revoir, Bil.
Jakarta, 5 September 2006
***
“Pak Billy, ada paket, pak. Ini diminta untuk tanda tangan.“ Wanita tua berambut sebahu masuk ke ruangan kerja Billy Hermawan.
Billy melirik kotak coklat itu tanpa ada keinginan untuk membukanya. Ia pun menggoreskan tanda tangannya, asal-asalan, di kertas merah muda yang diberikan Bik Iyem.
Billy meraih kotak itu dan merobek pembungkusnya.
Amplop bertuliskan “Dear Bil“ dan handphone berwarna perak.
Billy,
Semalaman aku tidak bisa tidur. Aku berbaring namun tak menutup mata. Tanganku sibuk membolak-balik handphone. Aku membaca ulang SMS yang engkau kirimkan padaku akhir-akhir ini. Kau membuatku terjaga.
Aneh. Aku seperti jatuh cinta pada huruf-huruf yang ada di layer handphone perakku yang sudah tua. Aku tersenyum, menangis, bahkan aku rindu pada huruf-huruf itu. Aku tidak yakin apa itu juga berarti bahwa aku merindukanmu.
00.37
Aku masih terjaga dan sibuk membalas SMS-mu. Kamu bilang, jika mungkin kamu ingin menikahiku. Aku tersenyum masam, sambil berpikir, I wish you could.
Bil, aku tidak pernah paham akan cintamu. Dalam setahun terakhir ini, berapa kali kita bertemu? Yap, hanya satu kali, Bil! Itulah kali pertama dan terakhir aku melihatmu. Sisanya, hanya SMS-SMS inilah yang cukup berani mewakili perasaan kita. Aku bingung, bimbang, tidak bisa mencerna perasaanmu padaku. Apa yang kamu cari dariku, Bil? Apa yang kamu lihat dariku?
Kematangan dan pengabdian. Jawaban yang sangat diplomatis, Bil. Tapi itu tidak cukup untuk dijadikan tolak ukur perasaanmu. Ketika aku mencoba mencari jalan tikus di antara perasaan kita, aku masih tidak menemukan logika dalam perasaan kita.
Aku memang tidak pernah, dan tidak akan pernah ingin mengakui bahwa aku jatuh cinta padamu. Tidak, Bil! Aku rasa di pertemuan kita yang pertama pun sudah kamu lihat benda berwarna kuning melingkar di jari manis sebelah kananku. Dan di pertemuan pertama kita, kubawa serta orang yang memberikan cincin itu. Aku tidak bisa mengatakan kalau aku mencintaimu, Bil, dan aku tidak akan pernah mau.
01.50
Aku masih terjaga.
Aku sudah gila, Bil! Dan sekarang aku sedang mencari skenario yang tepat untuk mengakhiri kegilaanku, atau aku harus menjebloskan diriku ke Rumah Sakit Jiwa di jalan Menur.
Bil, masih ingatkah kamu apa pekerjaanku? Aku konselor, yes I am. Aku membantu para wanita dan pasangan suami istri yang sedang mengalami krisis rumah tangga. Aku memberikan konseling pra-nikah. Aku konselor waras yang menentang perselingkuhan. Masih ingatkah kamu ceritaku tentang seorang gadis di depan rumahku yang ditinggal kawin oleh suaminya? Aku menangis bersamanya. Aku memeluknya dan aku memberinya tumpangan selama beberapa hari. Dan sadarkah kamu, Bil, aku berselingkuh sekarang!!
Tidak pernah kubayangkan harus menyayangi dua orang pria sekaligus dalam hidupku.
Selama ini yang kutahu adalah banyak laki-laki itu brengsek, buaya darat, punya istri puluhan tersebar dimana-mana dan suka kawin cerai. Aku selalu membayangkan sesosok pria buncit, berkumis, berdompet tebal, dengan kunci mobil keperak-perakan di saku celana depan, dan ditambah senyum yang menggoda. Ya, merekalah lelaki beristri dua, tiga, empat dan seterusnya. Tapi, inilah aku, Bil! Aku, wanita dengan berat 55 kilogram,tinggi 165 centimeter, bekerja sebagai konselor di lembaga perlindungan wanita, berkacamata minus, soloist gereja, dan bersuami satu! Bil, aku selingkuh!
03.00
Masih kupandang handphone berwarna perak ini. Sejak awal, sudah kuyakinkan diriku bahwa aku tidak mencintaimu, Bil! Aku tidak tahu apa yang kulihat darimu dan apa yang membedakanmu dengan Mas Hen. Apakah karena kamu bukan seorang musician yang tidak pernah punya jam kerja yang pasti? Apakah karena kamu mempunyai rumah dengan kolam renang dan treadmill pribadi? Apakah karena kamu begitu perhatian dan sayang anak kecil? Apa, Bil? Aku tidak tahu! Yang aku tahu, kamu selalu membuatku tersenyum saat membaca SMS-mu. Kamu selalu membuat hariku lengkap. Meskipun kamu tidak pernah kutemukan wujud nyatamu di sampingku, huruf-huruf kirimanmu itu seakan menggoreskan senyuman di hariku.
04.58
Bil, sudah subuh. Sepuluh menit lagi aku harus bangun dan menjemput Mas Hen di Bandara. Kemarin Mas Hen konser di Banjarmasin. Yap, di kota kelahiranmu.
Ingatkah kamu, aku pernah bertanya sampai kapan kita akan seperti ini. Kamu bilang, hanya Tuhan yang tahu. Tapi, Bil, aku pun perlu tahu and unfortunately belum ada free access untuk langsung mendapat jawaban dari Tuhan itu, entah Tuhan mana yang kau maksud, Bil.
Bil, selamat tinggal.
Kali ini aku bersumpah untuk tidak mencarimu lagi. Jangan cari aku, Bil. Please. Bebaskan aku.
Au revoir, Bil.
Jakarta, 5 September 2006
***
“Pak Billy, ada paket, pak. Ini diminta untuk tanda tangan.“ Wanita tua berambut sebahu masuk ke ruangan kerja Billy Hermawan.
Billy melirik kotak coklat itu tanpa ada keinginan untuk membukanya. Ia pun menggoreskan tanda tangannya, asal-asalan, di kertas merah muda yang diberikan Bik Iyem.
Billy meraih kotak itu dan merobek pembungkusnya.
Amplop bertuliskan “Dear Bil“ dan handphone berwarna perak.
Comments
kalian berdua sepertinya senang sekali mengungkit2 topik selingkuh :P :P :P~
yep, stuju ma elvin.
sejak di indo cerita2/limericks/short poems yg kmu tulis bener2 mature :D
yg surprising soalnya ga keliatan "prosesnya". tau2 publish... dan "TA-DAAH"