Semenjak hari pertama ia memasuki ruang kelas tujuhku, Willard P. Franklin hidup dalam dunianya sendiri, menutup diri dari teman-teman sekelasnya dan dari aku, gurunya. Situasi itu tampaknya tidak akan berubah.
Semua usahaku untuk menjalin hubungan bersahabat dengannya sama sekali tidak mendapat tanggapan. Bahkan sapaan "Selamat pagi, Willard," hanya ditanggapi dengan sebuah gumam pendek. Teman-teman sekelasnya juga tidak mendapat tanggapannya. Willard murni seorang penyendiri, tidak mempunyai keinginan atau kebutuhan untuk menurunkan penghalang kebisuan yang telah dipasangnya. Pakaiannya bersih tapi modelnya sama sekali bukan model yang terbaru. Ia bisa menjadi trendsetter karena pakaiannya mempunyai penampilan "pakaian bekas" sebelum gaya itu populer.
Tak lama setelah liburan Thanksgiving, kami mendapat pengumuman mengenai pengumpulan sumbangan Natal tahunan.
"Natal adalah musim memberi," kataku kepada murid-muridku. "Di sekolah ini ada beberapa murid yang mungkin tidak mengalami musim liburan yang bahagia. Dengan berpartisipasi dalam pengumpulan sumbangan Natal kita, kalian akan membantu membelikan makanan, pakaian dan mainan untuk orang-orang yang memerlukannya. Kalian bisa membawa sumbangan kalian besok."
Ketika aku mengumpulkan sumbangan kelasku keesoan harinya, ternyata semua muridku lupa - semua kecuali Willard P. Franklin. Anak laki-laki itu memasukkan tangan dalam saku celananya saat ia berjalan ke mejaku. Dengan hati-hati ia menjatuhkan sekeping uang logam lima sen ke dalam tempat sumbangan.
"Aku tidak memerlukan susu untuk makan siang," gumamnya. Sesaat, hanya sesaat, ia tersenyum. Aku mengamatinya berbalik dan berjalan kembali ke mejanya.
Malam itu, setelah jam sekolah, kubawa sumbangan kami yang hanya terdiri atas satu keping uang logam lima sen ke kepala sekolah. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak memberitahukan identitas si pemberi dan berbagi insiden itu dengan kepala sekolah.
"Mungkin aku salah, tapi menurutku Willard mungkin siap untuk menjadi bagian dari dunia di sekitarnya," kataku.
"Ya, menurutku kejadian ini memberi kita harapan," ia mengangguk. "Dan perasaanku mengatakan bahwa kita mungkin akan mendapat manfaat dari kesediaannya untuk berbagi dunianya dengan kita. Aku baru saja menerima daftar keluarga miskin di sekolah kita yang paling memerlukan bantuan sumbangan Natal. Ini, lihatlah."
Ketika aku menunduk untuk membacanya, aku melihat bahwa nama Willard P. Franklin dan keluarganya menempati posisi pertama dalam daftar itu.
Tak lama setelah liburan Thanksgiving, kami mendapat pengumuman mengenai pengumpulan sumbangan Natal tahunan.
"Natal adalah musim memberi," kataku kepada murid-muridku. "Di sekolah ini ada beberapa murid yang mungkin tidak mengalami musim liburan yang bahagia. Dengan berpartisipasi dalam pengumpulan sumbangan Natal kita, kalian akan membantu membelikan makanan, pakaian dan mainan untuk orang-orang yang memerlukannya. Kalian bisa membawa sumbangan kalian besok."
Ketika aku mengumpulkan sumbangan kelasku keesoan harinya, ternyata semua muridku lupa - semua kecuali Willard P. Franklin. Anak laki-laki itu memasukkan tangan dalam saku celananya saat ia berjalan ke mejaku. Dengan hati-hati ia menjatuhkan sekeping uang logam lima sen ke dalam tempat sumbangan.
"Aku tidak memerlukan susu untuk makan siang," gumamnya. Sesaat, hanya sesaat, ia tersenyum. Aku mengamatinya berbalik dan berjalan kembali ke mejanya.
Malam itu, setelah jam sekolah, kubawa sumbangan kami yang hanya terdiri atas satu keping uang logam lima sen ke kepala sekolah. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak memberitahukan identitas si pemberi dan berbagi insiden itu dengan kepala sekolah.
"Mungkin aku salah, tapi menurutku Willard mungkin siap untuk menjadi bagian dari dunia di sekitarnya," kataku.
"Ya, menurutku kejadian ini memberi kita harapan," ia mengangguk. "Dan perasaanku mengatakan bahwa kita mungkin akan mendapat manfaat dari kesediaannya untuk berbagi dunianya dengan kita. Aku baru saja menerima daftar keluarga miskin di sekolah kita yang paling memerlukan bantuan sumbangan Natal. Ini, lihatlah."
Ketika aku menunduk untuk membacanya, aku melihat bahwa nama Willard P. Franklin dan keluarganya menempati posisi pertama dalam daftar itu.
(Source: Jawaban.COM - Sumbangan Murid)
Christmas is about giving. When you give and when you love, Christmas happens in your heart. Met Natal dari Oma Nia :)
Comments