Skip to main content

(bukan) wonder woman

Sebagai seorang Oma (baca: wanita) yang bekerja di sebuah perusahaan swasta, seringkali Oma disebut Wanita Karir. Entah apa arti sebenarnya dibalik sebuah statement ‘Wanita Karir’. Apa hanya wanita yang berkarir? Hm,…Oma tidak yakin, karena seringkali ‘Wanita Karir’ diasosiasikan dengan wanita berduit, suka mejeng di mall, rela antri dan berdesak-desakan kala ada diskon di Zara, Mango atau Top Shop (my favorite store, yet never bought any from here. Hiks), suka ngafe, membawa smart phone, travelling bolak-balik ke luar negeri dan naik mobil (mewah) donk!


Hm,.. kayaknya bukan Oma banget deh! Ngafe, suka. Smart phone, punya (yang adalah barang second dan hadiah dari seseorang ^^ Belinya pun karena Oma punya penyakit lupa yang susah disembuhkan), suka ke Zara, Mango atau Top Shop? Nggak, karena muahal dan kalo lagi diskon ajubileee ramenya. Naik mobil mewah? Milik pacar. Suka mejeng di mall? Oma lebih senang mejeng di kasur,.. hehehe, maksudnya tidur, baca-baca atau nonton DVD di rumah.


Apa salah menjadi Wanita Karir? Tidak, as long as tidak ada imbuhan lain-lain di belakangnya. Menjadi Wanita Karir seperti yang dijelaskan di atas pun juga tidak salah, cuman Oma lebih suka menjadi Wanita Karir yang biasa-biasa, tidak ada asosiasi apapun seperti borjuis, matrealistis atau hedonis. Apalagi kalau dianggap Wanita High Class yang tidak bisa membaur dengan yang 'di bawah'.

Seperti minggu lalu, ada statement dari seorang rekan kerja yang membuat Oma langsung mengeluarkan nada melengking dan mata melotot.


Hah, kamu bisa ta turun lewat tangga?

Di gedung tempat Oma bekerja, kami menggunakan fasilitas lift untuk naik dan turun. Namun, karena Oma bekerja di lantai 2, tidak jarang Oma menggunakan tangga darurat untuk naik turun. Lebih cepat.

Komentar seorang rekan ini membuat Oma langsung menjerit. Langsung Oma protes!

Trus, seorang rekan bisnis yang Oma temui minggu lalu. Di akhir pertemuan, dia menyuguhkan gorengan (pisang goreng, tempe menjes, dan martabak pasar), saying "maaf ya, mbak, kami ngga punya pizza, donat atau apa itu, pai pai itu. hanya makanan orang pasar ini. Hanya ini nih yang kami punya!" Dengan cemberut, Oma pun memakan suguhan itu, soalnya WUENAK sih! hehehe, tapi Oma be-te, karena dianggap a high-class woman yang tidak mau 'makanan orang pasar'.

Apa menurut kalian Oma ini bukan wanita biasa? Apa kalian melihat Oma sebagai ‘wanita karir’?

Ini ya, Oma kasih 10 bukti bahwa Oma ini adalah wanita biasa:

1. Makan siang tidak harus di café, restoran atau mall. Sering banget Oma ngemper alias makan di pinggir jalan. Apalagi nasi padang,… yummy, paling enak!

2. Naik turun tangga darurat, instead of naik lift. Bahkan, pada saat urgent, Oma pernah naik tangga darurat ke lantai 6.

3. Bisa kalau disuruh naik becak, angkot atau kendaraan umum lainnya, di Indonesia, lho! Di tengah panas dan empet-empetan.

4. Sangat suka jajanan pasar, kayak bubur madura, kucur, kue lekker, apem, pancong (sluruuup,..jadi lapaaar,….), dan masih banyak lagi. Malah kalau disuruh makan cake hotel, J.Co, RingMaster, Oma malah ga suka (dan karena takut ndut!)

5. Ndak malu beli baju diskonan. Ngubek-ngubek di keranjang diskonan di Matahari atau Sogo. Kadang dapat yang murmer lho!

6. Sering ke Pasar Maling. Sebuah pasar ‘bawah tanah’ di Darmo Trade Centre, dimana banyak barang lucu-lucu nan bagus dan harganya muraaaaaaaah. Tapi, itu pasar puanaaaaaas banget dan suempiiit, penuh orang.

7. Mau dan bisa kalau disuruh angkat-angkat barang, mindahin lemari, angkat gallon air (kalo emang tak ada orang lain), cuci mobil.

8. Bisa masak! Bukan hanya sekedar goreng telor, masak air atau menanak nasi. Oma bisa membuat the best banana cake, moussaka, grilled salmon atau pizza kentang?

9. Oma dulu pernah kerja part-time, mulai dari kerja jadi pegawai dapur, cuci piring, tusukin sate, waitress, barista, babysitter, house cleaner, cashier, SPG, wes pokoke semua yang kerja susah Oma pernah lakukan!

10. Oma masih belum punya kendaraan pribadi. Masih suka numpang-numpang dan ga jarang disuruh pulang naek angkot atau taxi (kayak hari ini, hiks!). Dan belum pernah travelling bolak-balik ke luar negeri untuk kerjaan :( That is the proof that I ain’t yet the real Wanita Karir.

Pff,.. buat yang merasa sudah underestimate (or malah overestimate) Oma, ayo, get your head straight! I am just like you, peepz.

Dan biarpun nanti, Oma sudah sukses, bener-bener jadi wanita karir, punya mobil pribadi, bisa beli smart phone sendiri, … pokoke uda mapan!! Oma akan tetap mau jadi orang yang paling easy going sedunia. Oma pengen tetap merakyat. Tetap suka jajanan pasar, tetap mau uyel-uyelan di pasar maling, tetap rela naek angkot. Tetap mau berteman dengan yang di bawah-bawah, dengan OB, OG, atau security. Pokoknya Wanita Karir yang ramah. Just for the sake of FUN!



I always love this pic,...! Cocok ga ya ama tema tulisan Oma kali ini? hehehehe,.. pokoke girl power deh!!!

Comments

Anonymous said…
hmm, sebenernya mereka iri kali...
Anonymous said…
salut buat Oma :)
ngga semua perempuan kaya Oma loh, apalagi di jaman materialistis kaya sekarang :)

David
*jadi pengen nasi padang ....
sapikurus said…
duh..jadi inget masa2 kerja di taman sari ama oma nia...wakakaka...kita kek nya malah asik nge gosip sendiri yah...hehehe...=) jd kangen!!
sapikurus said…
loh..kok iki profile e nico toohhh..salah2, ini dita, bukan nico! xD
justyusti said…
mba.. aku izin pake gambar wanita karir yg di airport itu yaa..
buat background lamaran kerja.. hehehe
makasiih..

Popular posts from this blog

What would you do if you could live another life

What would you do if you could live another life just for one day? This line is quoted from "Last Chance Harvey" . I have watched this film twice and still feel so touched everytime I watch it. Kate Walker, the main character in this film, uttered this question to Harvey Shine. In this story, both of them lived a life that is not very happy-chappy. Kate lived in a pathetic, boring life; Harvey in a screwed one. When Kate asked this question, both of them seem to ponder: what if I could live a different life, just for one day, just to try out. This question makes me ponder, too: what would I do if I was given a chance to live any kind of life I want, just for one day? Where would I be? What would I do? Who would I be? Lately I have been thinking about the life I am living right now. Everything is so well-planned. I graduated from high school, went abroad to study, came back home to work, went abroad again to do my master, working in a reasonably good organisation, and going ho

WSAD? (What Should Ariel Do?)

As a communication expert, we always need to be prepared for crisis communication or disaster management. If a company suffered a bad publication, or when bad things happened, like with BP’s oil spill or Toyota’s cars, the communication people need to work very hard to communicate the right message (while some other people work on to make things right) and to win the public favour again. In theory, companies need to be prepared for crisis way in advance; however not many companies did that. I believe, Ariel had also never thought that such drama would happen, but yeah, here it is, and he has to face it! So, here is my humble opinion regarding what he needs to do to clear the air: Scenario 1: Launch a single/album Celebrities, especially musicians, usually would create a drama or scandal to increase their popularity in order to promote the next movie, single, or album that would be launched. What Ariel could do is to write a song (or an album) as soon as possible and launch it! And thee

Pluralism: My Version

plu`ral-ism (-noun) condition in which minority groups participate in society, yet maintain their distinctions. Today is Chinese New Year. Being Indonesian-Born-Chinese (IBC), my family has always been taking part in this celebration. No, we were not really doing the rituals, but as a child, I always had fun hunting Hung Bao (small amount of money put in an red envelop). Another memory about Chinese New Year is it was the time when my favorite cousines came from Malang. We would play; and they would possibly have sleepover. It was my childhood. However, I cannot recall what happened when I was slightly older. But I still remember that my mom told me to be an Indonesian. She would say "Nia, you are not Chinese. You are Indonesian." Or she would remind me that I have to respect Indonesian people in spite of their attitude toward ethnic Chinese. She said "We have a confusing story. If we would say we are Chinese, we would be kicked out from this country. Thus we would prob